Selasa 26 May 2015 16:29 WIB

Derita Psikologis Anak Pengungsi Rohingya (1)

Rep: Ahmad Rozali/ Red: Agung Sasongko
Pengungsi Rohingya
Foto: Youtube
Pengungsi Rohingya

REPUBLIKA.CO.ID, LANGSA -- Dil Moriza, gadis kecil berusia enam tahun tampak santai duduk di pangkuan salah seorang relawan siang itu. Gadis asal Kota Mundo Myanmar ini tampak akrab dengan relawan muda.

Perilaku Moriza tidak sekaku saat awal tiba di Posko Pengungsian Kuala Langsa, Kota Langsa sepuluh hari lalu. Saat itu gadis berambut sebahu ini enggan berinteraksi dengan orang lain termasuk terhadap para relawan. Ia lebih suka berdiam diri.

“Mungkin karena mengalami trauma akibat terombang ambing selama tiga bulan di tengah lautan, kondisi psikologis mereka terganggu,” ujar salah seorang relawan dari UIN Sumara Utara, Dayat Hasugian kepada ROL, Selasa (25/5).

Perlahan kondisi psikologis Moriza membaik. Moriza mulai menunjukkan keakraban dengan para relawan. Saat ini, gadis berkulit gelap ini datang setiap hari ke posko tersebut, sekedar untuk menggambar atau bermain dengan beberapa peralatan yang telah disediakan.

Selain Moriza, kondisi psikologis yang tak jauh berbeda dialami Rafika (6). Ia mengalami trauma psikologis yang lebih parah. Ia bahkan enggan menyentuh mainan yang disediakan oleh relawan selama beberapa hari.

Rafika diprediksi mengalami gangguan pesiokologis yang lebih berat setelah ditinggalkan kedua orang tuanya yang meninggal di Myanmar. “Katanya orang tuanya menginggalnya dibantai di sana (Myanmar),” ujarnya. Beruntung, dia dapat pergi meninggalkan negaranya setelah dibawa oleh kerabatnya.

Sejak kedatangannya di sana, Rafika, katanya sering tampak termenung. Dibanding temannya yang lain, Rafika lebih banyak diam.  Bahkan setelah beberapa hari, setelah teman-teman lainnya berani berinteraksi dengan relawan, Rafika masih lebih banyak diam dan hanya berbicara kepada teman-temannya saja.

“Baru kemarin dia mau berinteraksi dengan kami. Rafika sebenarnya pintar. Setelah dia terbuka sama kami baru kami tahu, ternayata dia pandai anaknya,” ujar Dayat. Rafika bahkan mengajari para relawan beberaoa nama benda menurut bahasa Myanmar.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement