Jumat 19 Jun 2015 02:35 WIB

Rusia-Arab Saudi Teken Perjanjian Nuklir

Rep: C85/ Red: Ilham
Fusi Nuklir (ilustrasi)
Foto: VOA
Fusi Nuklir (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, ST PETERSBURG -- Arab Saudi menandatangani enam butir perjanjian dengan Rusia, termasuk di dalamnya penggunaan teknologi nuklir dengan damai. Deputi Putra Mahkota Arab Saudi, Mohammed bin Salman bin Abdulaziz bertemu dengan Presiden Rusia Vladimir Putin di Konstantin Istana di St Petersburg pada Kamis (18/6), dalam sebuah kunjungan resmi kenegaraan.

Agensi Pers Saudi memberitakan, Menteri Energi Rusia dan Arab Saudi berencana untuk melakukan pembicaraan lebih jauh dalam sebuah forum ekonomi di St Petersburg.

Perlu diingat bahwa Arab Saudi adalah produsen top di Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC), sekaligus pengekspor minyak utama dunia. Sementara Rusia, yang bukan merupakan anggota OPEC, adalah pemasok minyak terbesar kedua ke pasar global.

Salah satu sumber mengatakan, kesepakatan yang akan dibahas antara Menteri Energi Rusia, Alexander Novak dan Menteri Perminyakan Saudi Ali al-Naimi tidak akan mengenai produksi minyak bersama atau strategi ekspor.

Rusia sendiri telah meningkatkan kontak dengan OPEC setelah harga minyak anjlok tahun lalu. Namun Rusia menolak saran mengurangi produksi untuk menopang harga. OPEC juga telah menolak untuk mengurangi output untuk mempertahankan pangsa pasar.

Seorang juru bicara untuk Departemen Energi Rusia membenarkan adanya agenda mengenai pembicaraan tentang nuklir. Hanya saja, dia menolak lebih jauh untuk memberikan keterangan secara detail.

Sebelum ke pertemuan, duta besar Saudi untuk Rusia Abdulrahman Al-Rassi mengatakan, Moskow memiliki peran penting dalam melaksanakan resolusi Dewan Keamanan Yaman.

Rassi mengatakan, ada kesepakatan antara Arab Saudi dan Rusia untuk mempertahankan legitimasi pemerintah Presiden Yaman Abd Rabbu Mansour Hadi. Moskow adalah kunci dalam melaksanakan Resolusi No. 2216, yang menuntut bahwa milisi Houthi yang didukung Iran menarik diri dari semua aset yang disita selama konflik dan melepaskan senjata yang disita.

"Saya pikir Rusia merasa bertanggung jawab dan kami selalu berharap dan berbicara dengan para pejabat Rusia pada masalah Iran atau lainnya. Saya tidak berpikir bahwa bunga Rusia di ketidakstabilan di wilayah ini dan ini pasti," ujar Rassi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement