Sabtu 20 Jun 2015 19:51 WIB

Obama: Rasisme Masih Jadi 'Kutukan' di Amerika Serikat

Presiden AS Barrack Obama (kiri).
Foto: Reuters
Presiden AS Barrack Obama (kiri).

REPUBLIKA.CO.ID, SAN FRANSISCO -- Presiden Amerika Serikat, Barack Obama mengatakan penembakan di gereja masyarakat kulit hitam Carolina Selatan adalah contoh 'kutukan' rasisme, yang belum hilang dari negaranya.

Hal itu disampaikan Obama pada Jumat malam waktu setempat, di depan pertemuan wali kota Amerika Serikat. Ia juga membantah tuduhan mempolitisasi tragedi di Gereja Charleston untuk mewacanakan undang-undang anti-senjata.

"Dalih pelaku penembakan mengingatkan kita akan masih ada kutukan rasisme, yang harus diperangi bersama," katanya.

Di sisi lain, Obama menyebut sejumlah penembakan lain di Amerika Serikat, seperti, di sekolah kota Newtown, Connecticut, dan di bioskop kota Aurora, Colorado.

Menurutnya, sejumlah penembakan itu menunjukkan pentingnya reformasi undang-undang pembatasan kepemilikan senjata. Sebagaimana diketahui, Amerika Serikat merupakan negara yang menjamin hak warga untuk memiliki senjata.

"Kita harus terus memperdebatkan persoalan ini tanpa harus mencela semua pemilik senjata yang patuh terhadap hukum. Namun demikian, kita juga harus membuang jauh setiap perdebatan yang ingin mencabut semua hak kepemilikan senjata," ujarnya.

Obama sendiri sudah mendesakkan agenda pembatasan penjualan senjata sejak insiden penembakan sekolah di Newtown pada 2012 lalu. Namun dia kalah oleh kekuatan lobi politik senjata dan gagal meyakinkan Kongres.

Dengan menyebut 11.000 warga Amerika Serikat yang tewas akibat kekerasan bersenjata sejak 2013, Obama berargumen bahwa reformasi yang pernah dia usulkan bisa mencegah sebagian dari kekerasan tersebut.

"Kita tidak menyaksikan pembunuhan dalam skala sebesar ini, dengan frekuensi sesering ini, di semua negara maju di atas bumi ini," ucapnya.

"Setiap negara mempunyai warga dengan mental yang tidak stabil, suka kekerasan, ataupun penyebar kebencian. Yang membedakan negara satu dengan lainnya adalah, bahwa tidak setiap negara mengizinkan peredaran senjata dengan mudah," jelasnya.

Obama sendiri tidak yakin bahwa Kongres akan mengagendakan undang-undang pembatasan senjata dalam waktu dekan ini. Namun demikian, dia percaya opini publik akan berubah dan memaksa para wakil rakyat untuk bertindak.

"Saya menolak untuk menilai bahwa (penembakan) adalah kenormalan baru, atau hanya bersedih atas insiden ini. Saya juga menolak tuduhan bahwa setiap tindakan untuk menghentikan ini merupakan politisasi persoalan," tandasnya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement