Senin 06 Jul 2015 02:02 WIB

Jepang, AS dan Australia Latihan Gabungan Hadapi Cina

Rep: Melisa Riska Putri/ Red: Winda Destiana Putri
Kapal patroli di Laut Cina Selatan.
Foto: www.smh.com.au
Kapal patroli di Laut Cina Selatan.

REPUBLIKA.CO.ID, SYDNEY -- Jepang untuk pertama kalinya mengambil bagian dalam latihan militer gabungan Amerika Serikat dan Australia. Latihan tersebut untuk mengatasi ketegangan dengan Cina di batas wilayah.

Ketiganya melakukan latihan militer gabungan per dua tahunan secara besar-besaran, Ahad (5/7). Latihan gabungan 'Talisman Sabre' ini dilakukan selama dua pekan di Northern Territory dan Quennsland.

Setidaknya 30 ribu personil dari operasi laut, udara, darat AS dan Australia turut terlibat dalam latihan. Sedangkan Jepang mengirimkan 40 personil Ground Self Defense Force (JGSDF) untuk bergabung dengan kontingen Amerika. Sementara lebih dari 500 tentara dari Selandia Baru juga terlibat dalam latihan yang akan selesai 21 Juli mendatang.

"Ini adalah aliansi yang sangat, sangat penting," kata Perdana Menteri Tony Abbot di atas kapal //USS Blue Ridge// seperti dikutip dari Business Insider, Ahad (5/7).

Hubungan mereka sangat penting sebab, kata dia, mereka tengah menghadapi tantangan yang cukup signifikan dari seluruh belahan dunia terutama Timur Tengah.

Latihan gabungan ini menjadi yang keenam kalinya. Namun untuk kali ini latihan datang karena menegangnya kasus Cina di wilayah ekonomi strategi Laut Cina Selatan. Beijing telah membangun pulau-pulau dan fasilitas buatan di perairan yang disengketakan di Laut Cina Selatan.

 

Cina juga memiliki sengketa wilayah dengan Jepang atas pulau-pulau Senkaku yang dikendalikan Tokyo di Laut Cina Timur atau disebut Diaoyus.

Seorang spesialis Cina di Universitas Sydney, John Lee mengatakan ada pesan yang ingin disampaikan dalam latihan tersebut. Yakni keahlian teknis, strategis dan kerja sama antar sekutu Amerika dan Australia.

"Ini pasti terkait dengan gagasan bahwa Cina menjadi lebih tegas dan tampaknya akan memasukkan uang ke dalam kemampuan militer untuk mendukung ketegasan, khusunya di Laut Cina Selatan," ujarnya.

Sementara itu Beijing menolak kritis AS terhadap reklamasi di Laut Cina Selatan selama pertemuan tahunan di Shangri-La Mei lalu. Beijing mengatakan, mereka hanya melatih kedaulatannya.

AS telah mengejar kebijakan luar negeri 'Poros Asia' yang telah mengguncang Cina dan berputar ke marinir Australia. Ini merupakan langkah yang diumumkan Presiden Barack Obama pada 2011.

Australia telah meningkatkan hubungan dengan Jepang dalam beberapa tahun terakhir. Pada Juli lalu, Abbot menyebut Shinjo Abe sebagai teman yang sangat-sangat dekat selama kunjungan kenegaraannya ke Canberra.

Pemerintah Australia juga mempertimbangkan untuk membeli kapal selam Soryu dari Jepang. Kapal tersebut akan sepenuhnya terintegrasi dengan sistem persenjataan AS.

"Ini merupakan kelanjutan memperdalam hubungan keamanan antara Australia dan Jepang," kata seorang analis kemampuan pertahanan senior di Institut Strategi Politik Australia.

Ia menambahkan, pekerjaan tersebut sedang berjalan selama setidaknya satu dekade. Keduanya kini tengah mencari kesempatan untuk melakukan hal-hal bersama di ruang militer.

Sekutu Amerika lainnya seperti Singapura, Malaysia, India, Vietnam dan Filipina akan mendukung latihan serta kegiatan Australia dan Jepang di kawasan tersebut.

"Tidak diragukan lagi, itu akan diterima dengan baik karena semua negara sangat berharap bahwa Amerika dan sekutunya dapat bekerja sama untuk melawan Cina," kata Lee.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement