Senin 06 Jul 2015 16:12 WIB

Wartawan Mesir Dilarang Beritakan Terorisme

Rep: Gita Amanda/ Red: Angga Indrawan
Militer Mesir berpatroli di kawasan Sinai utara.
Foto: AP Photo
Militer Mesir berpatroli di kawasan Sinai utara.

REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO -- Sebuah undang-undang baru sedang menunggu persetujuan presiden Mesir. Undang-undang itu melarang segala publikasi yang bertentangan dengan pernyataan resmi. Jika melanggar mereka akan menghadapi hukuman penjara.

Dilansir The Guardian, Ahad (5/7), kabinet Mesir menyusun undang-undang yang akan mengkriminalisasi publikasi terorisme yang berbeda dengan pernyataan pemerintah. Akibat undang-undang baru tersebut Mesir dituduh melakukan "serangan biadab" pada kebebasan berpendapat. 

Dilansir Albawaba, Pasal 33 hukum terorisme baru ini telah disampaikan ke presiden dan sedang menunggu persetujuan akhir. Menurut hukum, wartawan yang melanggar akan menghadapi hukuman setidaknya dua tahun penjara.

Langkah ini diambil menyusul serangan mematikan terbaru oleh kelompok Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) di Semenanjung Sinai. Saat itu tentara membantah telah kehilangan lebih dari 17 tentara. Militer Mesir mengkritik media asing yang melaporkan jumlah korban tentara lebih tinggi dari pernyataan militer.

Khaled el-Balshy dari kelompok kebebasan pers, Pers Syndicate, mengatakan artikel ini melanggar Pasal 71 dari konstitusi. Pasal tersebut menyatakan pelarangan untuk mengeluarkan vonis penjara untuk kejahatan terkait penerbitan.

El-Balshy sangat mengutuk proposal dan mengatakan hal itu merupakan upaya mengakhiri profesi jurnalisme. Krisis ini tak hanya melanggar konstitusi, tapi menetapkan satu standar yang membenarkan pernyataan resmi.

Senada dengan El-Balshy, Direktur Eksekutif dari Jaringan Arab untuk Informasi Hak Asasi Manusia (ANHRI) Gamal Eid mengutuk proposal undang-undang tersebut. Eid bahkan membandingkan langkah tersebut dengan aksi Nazi.

"Kita dihadapkan dengan sebuah undang-undang yang mengarah ke Goebbels, media satu pendapat dan satu narasi. Ini bertentangan dengan kebebasan pers, terutama pers yang kritis dan profesional," katanya.

Menteri Kehakiman Mesir Ahmed el-Zind mengatakan, tak ada pilihan selain memaksakan beberapa standar. Pemerintah menurutnya memiliki kewajiban untuk membela warga dari informasi yang salah.

"Saya berharap tak ada yang menafsirkan ini sebagai pembatasan kebebasan media. Ini hanya masalah angka," ujar el-Zind.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement