Selasa 07 Jul 2015 03:50 WIB

Upaya Pemerintah Cina Menghapus Identitas Islam Xinjiang

Imam masjid melaksanakan azan di masjid terbesar kedua di wilayah Xinjiang.
Foto: Reuters
Imam masjid melaksanakan azan di masjid terbesar kedua di wilayah Xinjiang.

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Harun Husein

Beberapa tahun terakhir, ada sebuah tradisi baru Ramadhan di Xinjiang, Cina. Tapi, ini tradisi memalukan, karena melarang Muslim puasa, shalat, dan mengaji. Dan, seperti tahun-tahun sebelumnya, larangan itu diprotes Muslim di sana. Sebab, puasa adalah ibadah murni, dan itu adalah hak asasi.

Senin, 22 Juni, BBC melaporkan sekitar 18 Muslim Uyghur tewas dalam bentrok dengan polisi di pinggiran Kota Kashgar, Xinjiang. “Radio Free Asia melaporkan penyerang membunuh perwira polisi menggunakan bom dan pisau… salah satu kemungkinan motifnya adalah kuatnya pembatasan kepada Muslim selama Ramadhan,” tulis BBC.

Yang mendapat larangan melaksanakan ibadah puasa di Xinjiang, antara lain anggota partai beragama Islam, pelayan publik, pelajar. Selain melarang Muslim Xinjiang berpuasa, Aljazeera melaporkan pemerintah Cina memerin tahkan restoran-restoran tetap buka.

Situs Liveleaks melaporkan bahwa sejak 2009 lalu, saat Ramadhan, pemerintah komunis menyediakan makan siang gratis, teh, dan kopi. Sajian yang dibungkus dengan istilah ‘Kepedulian dari Pemerintah’ tersebut, sejatinya hanyalah strategi untuk mencari tahu siapa yang tetap berpuasa.

Trik serupa disampaikan seorang pelajar SMA di Kashgar, Mehmet, kepada Aljazeera. Saat Ramadhan, kata dia, guru-guru membawa permen, air, roti, dan meminta para siswa memakannya. “Tapi, tergantung gurunya,” katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement