Selasa 07 Jul 2015 16:46 WIB

Apa Pun Hasil Kesepakatan Nuklir, AS Tetap Jadi Musuh Iran

Rep: C07/ Red: Winda Destiana Putri
Fasilitas nuklir Iran
Foto: telegraph.co.uk
Fasilitas nuklir Iran

REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN -- Komandan Angkatan Darat Iran, Brigadir Jenderal Ahmad Raza Pourdastan menegaskan, apapun hasil dari negosiasi nuklir Iran, Amerika Serikat tetap akan menjadi musuh Iran meskipun AS merupakan salah satu negara P5+1 (Amerika Serikat, Inggris, Perancis, Rusia, Jerman, Cina).

 

"AS mungkin sepakat di beberapa perjanjian dengan kami dalam, tapi kami tidak boleh memiliki pandangan positif terhadap musuh," kata Pourdastan dalam wawancara dengan Kantor Berita Iran, Selasa (7/7).

 

Menurut Pourdastan permusuhan Iran dan AS sudah mendarah daging karena perbedaan yang telalu besar antara dua negara tersebut dalam beberapa isu di dunia. Sehingga, lanjut dia, sebuah kesepakatan saja tidak akan bisa menghentikan permusuhan tersebut.

 

"Perseteruan kami dengan mereka berada di atas prinsip kesepakatan tersebut dan sudah berakar, karena kami adalah pihak yang mencari kebenaran dan kebebasan bangsa, tetapi mereka mencari dan mengeksploitasi bangsa lain dan menempatkan mereka dalam konflik," tegasnya.

 

Menjelang berakhirnya tenggat waktu perundingan nuklir Iran dengan P5+1 pada Selasa (7/7), Iran meminta Dewan Keamanan PBB mencabut sanksi atau embargo rudal balistik dan senjata lainnya. Namun, P5+1 menolak permintaan Iran.

"Iran ingin sanksi rudal balistik dicabut, mereka mengatakan, tidak ada alasan untuk menghubungkannya dengan masalah nuklir dan itu adalah hal yang sulit untuk diterima," kata seorang pejabat Barat kepada Reuters.

Sementara itu, salah seorang pejabat Iran mengatakan bahwa pihak barat memang tidak menginginkan embargo Iran dicabut dan tidak menginginkan Iran melanjutkan program nuklirnya karena isu nuklir yang sangat sensitif. "Iran akan tetap memperjuangkan haknya dan meminta PBB mencabut semua sanksi, termasuk terhadap rudal balistik," tegas pejabat dengan syarat anonim tersebut.

Berdasarkan keterangan salah seorang delegasi AS yang ikut dalam pertemuan pembahasan nuklir Iran, masalah embargo rudal dan senjata dari PBB merupakan pembahasan terakhir yang masih menghambat tercapainya kesepakatan akhir.

Sebelumnya pada Senin (6/7) para menteri luar negeri dari keenam negara tersebut telah bertemu dengan Menteri Luar Negeri Iran, Mohamad Javad Zarif Mohamed  untuk membicarakan kesepakatan akhir dalam perundingan nuklir Iran pada (7/7) malam. Bahkan, Menteri Luar Negeri AS, John Kerry, juga mendesak Iran segera mengambil keputusan supaya kesepakatan akhir nuklir Iran segera tercapai.

Sambil menunggu hasil kesepakatan nuklir Iran, pemerintah Iran mengaku telah menyebarkan radar anti rudal jarak jauh di wilayahnya. Langkah tersebut sebagai salah satu antisipasi kemungkinan terburuk dari hasil akhir kesepakatan nuklir. Iran khawatir dengan ancaman serangan militer bila kesepakatan tidak berjalan sesuai yang diinginkan.

 

Komandan Korp Pengawal Revolusi Isram (IRGC), Brigadir Jenderal Farzad Esmaili, mengatakan bahwa Iran sudah meluncurkan radar Ghadir untuk memperkuat pertahanan udara. Radar itu disebar di Kota Ahwaz, Provinsi Khuzestan barat daya dekat perbatasan Irak.

Menurut Esmaili, radar tersebut dapat mendeteksi pesawat dalam jarak 600 km (373 mil) dan rudal balistik dalam jarak 1.100 km. Ia menambahkan, radar tersebut juga mampu mengidentifikasi miniatur pesawat tak berawak serta mampu menemukan dan melacak kendaraan udara mikro (MAV).

Dalam beberapa bulan terakhir, Iran terus mengambil langkah mengembangkan pertahanan udara setelah pejabat AS dan Israel memperingatkan adanya serangan militer bila Iran melanggar kesepakatan program nuklir. Bahkan Iran sudah membeli rudal canggih milik Rusia, S-300.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement