Ahad 23 Aug 2015 07:30 WIB

Siap Perang, Korsel Evakuasi Ribuan Warga di Perbatasan

Rep: RR Laeny Sulistyawati/ Red: Bilal Ramadhan
 Personil tentara Korea Selatan berpatroli di jermbatan penghubung Korea Selatan dan Korea Utara di desa perbatasan Panmunjom, Peju, Korsel, Sabtu (22/8). (AP/Ahn Young-joon)
Personil tentara Korea Selatan berpatroli di jermbatan penghubung Korea Selatan dan Korea Utara di desa perbatasan Panmunjom, Peju, Korsel, Sabtu (22/8). (AP/Ahn Young-joon)

REPUBLIKA.CO.ID, SEOUL -- Korea Selatan (Korsel) telah mengevakuasi ribuan warga di perbatasan untuk menghadapi serangan Korea Utara (Korut).

‘’Korea Selatan telah mengevakuasi hampir 4.000 warga di daerah perbatasan dan memperingatkan akan melakukan pembalasan secara kasar,’’ seperti dikutip dari laman BBC, Sabtu (22/8).

Kout telah menetapkan batas waktu pada Korsel paling lambat Sabtu (22/8) pukul 05.00 (08:30 GMT) untuk menghentikan siaran dan membongkar speaker propaganda. Korsel sejauh ini menolak untuk mengalah.

Menurut surat kabar Korsel Korea Times, siaran adalah bagian dari program perang psikologis untuk menyampaikan berita luar sehingga tentara Korut dan warga perbatasan bisa mendengarnya. Pada tanggal 10 Agustus2015, Korsel memulai kembali siaran sebagai imbas reaksi dua tentara Korsel yang terluka dalam ledakan ranjau darat di zona demiliterisasi.

Korsel menuding Korut yang bersalah dalam hal ini. Penguasa militer mengatakan Korut juga mengulang propaganda anti-Korsel. Korsel mengatakan tidak berniat menghapus pengeras suara. Bahkan, pada hari Jumat (21/8) Presiden Korsel Park Geun-hye muncul di televisi dengan mengenakan seragam tentara dan memberitahu provokasi Korut tidak akan ditoleransi.

Wartawan Al Jazeera Harry Fawcett, melaporkan dari Seoul mengatakan menteri pertahanan Korsel mengatakan bahwa ia menempatkan prioritas tertinggi pada kehidupan sipil dan ingin memutuskan lingkaran setan provokasi Korut.

Ketegangan militer meningkat di kedua Korea sejak terjadi baku tembak artileri pada Kamis (20/8). Korsel mengatakan tembakan tersebut dimulai oleh Korut. Pemimpin Korut Kim Jong-un, Jumat (21/8) memerintahkan tentara garis depan untuk waspada perang.

Kementerian luar negeri Korut memberi peringatan dalam sebuah pernyataan Sabtu (22/8) bahwa situasi batas terjadinya perang hampir tidak terkendali. Kementerian luar negeri ini juga memperingatkan bahwa negara ini siap mengambil risiko perang habis-habisan. Tidak hanya untuk sekedar merespon atau membalas, melainkan juga untuk membela rakyatnya.

Tentara Rakyat Korut mengatakan bahwa pasukan garis depan telah bersenjata lengkap sejalan dengan keinginan Kim dan siaga sebelum batas waktu Sabtu pukul 05.00. Saat ini, ada sedikit rasa panik di kalangan warga Korsel. Secara teknis, kedua Korea telah berperang selama 65 tahun terakhir.

Pada 1950-1953 konflik Korea berakhir dengan gencatan senjata yang tidak pernah diratifikasi dengan perjanjian perdamaian resmi. Pada tahun 2004, Korea Selatan dan Korea Utara mencapai kesepakatan untuk membongkar pengeras suara propaganda mereka di perbatasan.

Serangan langsung terakhir terjadi pada bulan November 2010 ketika Korut menyerang pulau perbatasan Korsel yaitu Yeonpyeong yang menewaskan dua warga sipil dan dua tentara.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement