Selasa 01 Sep 2015 12:20 WIB

AS Peringatkan Presiden Bashir Terkait Kunjungan ke Cina

Omar Hassan Al Bashir
Foto: EPA/Sabri Elmhedwi
Omar Hassan Al Bashir

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Amerika Serikat (AS), Senin (31/8), menyatakan keprihatinannya Presiden Sudan Omar al-Bashir berencana mengunjungi Cina, meski ia didakwa di Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) atas tuduhan kejahatan perang di Darfur.

Kementerian Luar Negeri Sudan mengatakan pada Ahad (30/8) Bashir akan melakukan perjalanan untuk bertemu mitranya dari Cina Presiden Xi Jinping dan menghadiri perayaan menandai kekalahan Jepang dalam Perang Dunia II pada 3 September.

Berbicara di Washington, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri AS Mark Toner kepada wartawan mengatakan AS tetap percaya Bashir tidak akan diterima untuk perjalanannya sampai ia menghadapi pengadilan.

"Seperti yang Anda ketahui, ia didakwa oleh Pengadilan Pidana Internasional (ICC) dengan kejahatan perang, kejahatan terhadap kemanusiaan, dan genosida," katanya.

Toner menambahkan surat perintah penangkapan terhadapnya tetap beredar dan AS sangat mendukung upaya ICC untuk meminta pertanggungjawaban atas tindakan yang telah mereka lakukan.

"Kami menentang undangan, fasilitasi atau dukungan untuk perjalanan dari para pelaku yang mendapat surat perintah penangkapan oleh ICC," kata Toner.

ICC mendakwa Bashir atas kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan pada 2009 dan atas tuduhan genosida di 2010. Semua itu berkaitan dengan konflik di wilayah Darfur, Sudan.

Ia telah secara rutin melakukan perjalanan ke negara-negara tetangga Sudan, namun jarang melakukan perjalanan jarak jauh yang kemungkinan bisa membuatnya terkena penangkapan.

Ia terakhir kali mengunjungi Cina pada 2011 di mana Negeri Tirai Bambu itu memiliki kepentingan yang signifikan di sektor minyak Sudan dan mendukung pemerintahannya.

Cina dan Amerika Serikat tidak menandatangani traktat ICC tetapi keduanya adalah anggota tetap Dewan Keamanan PBB yang merujuk kasus Darfur dibawa ke pengadilan.

Konflik Darfur meletus pada 2003 ketika pemberontak etnik menentang terhadap pemerintah Khartoum yang didominasi Arab, mengeluhkan masalah marjinalisasi. Konflik tersebut menurut PBB telah menyebabkan 300 ribu orang tewas dan sekitar 2,5 juta lainnya mengungsi. Pasukan Bashir dituduh melakukan kekejaman skala besar terhadap warga sipil.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement