Sabtu 14 Nov 2015 16:47 WIB

Kelompok HAM: Pengungsi Hadapi Kekerasan di Bulgaria

Rep: Lida Puspaningtyas/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
imigran masuk perbatasan Slovenia
Foto: therightscoop
imigran masuk perbatasan Slovenia

REPUBLIKA.CO.ID, BELGRADE -- Kelompok HAM melaporkan bahwa sebagian besar migran yang datang ke Bulgaria menghadapi kekerasan dan ancaman dari polisi. Sebuah survei yang dilakukan oleh Belgrade Center for Human Rights mengatakan pengungsi pernah diancam, dilecehkan dan dipukuli oleh polisi.

Lebih lanjut, kelompok yang didanai oleh Oxfam itu menyebutkan pengungsi dari Suriah, Afganistan dan Irak melaporkan tindak pencurian, pemukulan, ancaman deportasi, pemerasan dan serangan anjing polisi. Meski demikian, badan pengungsi Bulgaria mengaku tidak menerima keluhan seperti yang disebutkan.

"Dua pria Afganistan mengatakan bahwa polisi Bulgaria menembak dan melukai mereka," kata laporan kelompok yang berbasis di Serbia itu. Kelompok ini juga melaporkan bahwa 10 pewawancara melihat langsung bahwa seorang polisi menodongkan pistolnya ke kepala pengungsi.

Pada 15 Oktober lalu, seorang pengungsi Afganistan tewas ditembak polisi diperbatasan Bulgaria dengan Turki. Pembunuhan itu dikecam oleh PBB. Nikolina Milic dari Belgrade Center mengatakan pengungsi juga ditanyai tentang kondisi di Turki dan Serbia. Namun mereka hanya mengeluhkan perlakukan dari petugas di Bulgaria.

Menteri Dalam Negeri Bulgaria Rumiana Bachvarova mengatakan ia akan memeriksa laporan kelompok. Ia juga berharap semoga insiden tersebut tidak benar-benar terjadi karena otoritas tidak bisa memantau petugas setiap saat.

"Saya hanya bisa mengatakan bahwa itu bukan kebijakan dari kepolisian dan kementerian dalam negeri," kata Bachvarova yang juga menjabat wakil perdana menteri. Ia juga tidak akan mengizinkan hal itu terjadi.

Bulgaria adalah salah satu negara Eropa yang mencoba menangani peningkatan jumlah migran dan pengungsi sejak Perang Dunia kedua. Diperkirakan sekitar 15 ribu pengungsi akan memasuki negara tersebut hingga akhir tahun ini.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement