Ahad 29 Nov 2015 18:35 WIB

Rusia Dinilai Bunuh Diri Jika Putuskan Hubungan dengan Turki

Rep: Ratna Ajeng Tejomukti/ Red: Karta Raharja Ucu
Presiden Rusia Vladimir Putin bersama Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan.
Foto: AP Photo
Presiden Rusia Vladimir Putin bersama Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan.

REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA -- Rusia dinilai sama saja bunuh diri jika berani memutuskan hubungan dengan Turki. Sebab, Negeri Beruang Merah itu tidak mungkin melanggar perjanjian internasional dan menghentikan aliran gas alam ke Turki sebagai balasan serangan pesawat.

Dilansir dari albawaba, Ahad (29/11), Direktur Ekonomi dari Yayasan Politik, Ekonomi dan Penelitian Sosial (SETA ) Erdal Tanas Karagol mengatakan, "Tidak mungkin kerja sama mega proyek akan dihentikan atau ditunda," ujar dia. Ini tentu akan merugikan kebijakan energi jangka panjang Rusia.

Turki dan Rusia masih memiliki kerja sama mega proyek pembangkit tenaga nuklir Akkuyu senilai 22 miliar dolar AS. Pembangkit listrik tenaga nuklir pertama Turki di Akkuyu dibangun di Provinis Mersin.

Pembangkit ini akan berfungsi selama 60 tahun dan menghasilkan 35 miliar KwH tiap tahun. Sementara itu mega proyek kedua pembangunan pipa gas Streaming masih tertunda.

Seharusnya proyek ini akan membawa 63 miliar meter kubik gas alam dari Rusia melalui Laut Hitam ke Tharce, Turki kemudian Yunani menuju Eropa. Namun Oktober, Gazprom Rusia mengumumkan pasokan gas dikurangi setengahnya dan hanya 32 miliar meter kubik per tahun saja.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement