Senin 30 Nov 2015 03:50 WIB

Setelah Protokol Kyoto Gagal, Bisakah Konferensi Paris Diharapkan?

Rep: C25/ Red: Nur Aini
Antisipasi perubahan iklim
Foto: ILS
Antisipasi perubahan iklim

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Conference of Parties (COP) 21 diharapkan dapat merumuskan langkah-langkah mendesak dan konkret, demi keselamatan seluruh mahkluk bumi. Hal itu membuat COP menjadi momentum yang menentukan, usai kegagalan Protokol Kyoto.

Dalam rilis yang diterima Republika.co.id Ahad (29/11), selama ini Walhi menilai Protokol Kyoto terus diperlemah dengan tekanan dari sistem ekonomi politik kapitalis. Sistem itu, menjadikan isu perubahan iklim sebagai peluang baru bagi korporasi dan negara industri, untuk semakin mengakumulasi modal, dengan menjadikan mekanisme pasar dalam penanganan perubahan iklim.

Walhi menerangkan salah satunya terlihat dalam mitigasi perubahan iklim melalui REDD, korporasi yang sesungguhnya sebagai pencemar justru dijadikan pihak yang dilihat seperti malaikat. Fakta yang bisa dengan jelas terlihat di lapangan, adalah krisis dunia yang terus terjadi, penanganan perubahan iklim jalan di tempat, dan tidak ada kemajuan yang signifikan.

Oleh karena itu, Walhi meminta melalui Conference of Paris, pihak-pihak terkait yang mewakili Indonesia, khususnya Presiden Joko Widodo, dapat mengubah paradigma ekonomi dan pembangunan dunia. Perubahan yang dimaksud adalah ekonomi dan pembangunan dunia memiliki paradigma yang berkeadilan dan berkelanjutan.

Conference of Parties (COP) dihelat pada 30 November 2015 di Paris. Para kepala negara dan pihak-pihak terkait, termasuk Presiden Joko Widodo, diagendakan untuk berpidato dalam UN Framework Convention of Climate Change. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement