Ahad 07 Feb 2016 18:51 WIB

Polisi Twitter Malaysia Ancam Tangkap Kritikus PM Najib

Rep: Gita Amanda/ Red: Karta Raharja Ucu
Perdana Menteri Malaysia Datuk Seri Najib Razak.
Foto: Reuters
Perdana Menteri Malaysia Datuk Seri Najib Razak.

REPUBLIKA.CO.ID, KUALA LUMPUR -- Polisi digital Malaysia akan mengambil tindakan pada akun media sosial yang melontarkan kritikan terkait skandal yang menimpa Perdana Menteri Najib Razak. Namun para kritikus mengklaim ancaman polisi digital Malaysia tersebut tak mungkin akan berhasil.

Sebelumnya Najib dihantam skandal terkait aliran dana 681 juta dolar AS ke rekening pribadinya. Pekan lalu, Jaksa Agung Apandi Ali menutup penyelidikan Najib dan menyatakan uang tersebut sebagai sumbangan dari dermawan Arab Saudi dan sebagian besar telah dikembalikan.

Namun, hal itu tak menghentikan warga Malaysia melontarkan berbagai kritikan mereka di media sosial. Salah satunya Fahmi Reza yang menggambar karikatur Najib dengan wajah badut beserta kata-kata 'di sebuah negara penuh korupsi, kami semua penghasut'.

Polisi kemudian meresponnya dalam hitungan jam dengan memveri peringatan online kepada Fahmi. Polisi mengatakan mereka mengawasi akun Twitternya dan Fahmi harus menggunakannya dengan hati-hati.

Fahmi menanggapi hal tersebut dengan mengatakan, penguasa negerinya selalu tak pernah toleran dengan perbedaan. "Mereka selalu takut kehilangan tahta mereka. Tetapi orang-orang telah berubah. Budaya protes dan perlawanan telah tumbuh lebih kuat," ujarnya.

Juru bicara kepolisian mengkonfirmasi peringatan yang dikeluarkan akun unit polisi siber Malaysia. Namun ia menolak mengomentarinya secara spesifik.

Sementara Menteri Komunikasi Salleh Said Keruak mengatakan ini bukanlah tindakan keras. Menurutnya polisi dan regulator komunikasi hanya menegakkan hukum.

"Ini bukan tindakan keras. Kami hanya melakukan penegakan biasa," katanya, menambahkan bahwa pihak berwenang telah mengambil tindakan dalam hampir kasus 3.000 serupa tahun lalu.

Human Right Watch bulan lalu mengatakan situasi hak asasi manusia di Malaysia memburuk tajam pada 2015. Pemerintah tak menanggapi secara langsung tapi mereka menyangkal melanggar HAM.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement