Kamis 17 Mar 2016 19:09 WIB

Sengketa Laut Cina Selatan Harus Berakhir Damai

Rep: Gita Amanda/ Red: Ani Nursalikah
Kepulauan Spratly, Laut Cina Selatan.
Foto: AP
Kepulauan Spratly, Laut Cina Selatan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti Senior di Maritime Institute of Malaysia (MIMA) Cheryl Rita Kaur mengatakan Laut Cina Selatan melayani jalur perdagangan penting. Wilayah ini juga penting untuk sumber daya seperti nelayan dan hidrokarbon.

Menurut Cheryl, konflik atas batas-batas maritim dan upaya memaksakan secara sepihak klaim teritorial di daerah itu dapat menimbulkan ketegangan. Ketegangan menurutnya, mengancam perdamaian dan keamanan regional serta kebebasan navigasi. Tak hanya itu, perselisihan di Laut Cina Selatan juga memengaruhi kehidupan ribuan nelayan.

"Mengingat fakta semua negara di wilayah itu berusaha membangun ekonomi, maka stabilitas regional menjadi hal penting. Itu alasan kenapa setiap usaha menyelesaikan perselisihan secara damai harus dilakukan," ujar Cheryl saat berbicara di ASEAN Dialogue on International Law: Strengthening the Rules of Law in the Region on International Law on the Sea, di Jakarta, Kamis (17/3).

Cheryl menambahkan pentingnya meningkatkan kerja sama di bidang-bidang yang tidak sensitif antara negara bersengketa. Kerja sama dapat dilakukan dalam bidang lingkungan dan sumber daya sebagai upaya membangun kepercayaan.

Hal senada sebelumnya disampaikan Wakil Menteri Koordinasi Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya Arif Havas Oegroseno. Ia mengatakan pertumbuhan ekonomi negara-negara di kawasan Asia Pasifik memiliki dua sisi. Sisi pertama pertumbuhan ekonomi yang tinggi menjadi lokomotif di Asia, sementara di sisi lain ini bisa menjadi titik nyala.

Arif mengatakan, semestinya tak ada konflik di wilayah Laut Cina Selatan ini sebab akan berdampak bagi bisnis dian perekonomian di kawasan. "Bayangkan dengan adanya konflik pasti bisnis akan berhenti, ekonomi akan berhenti dan lainnya," ujar Arif.

Laut Cina Selatan merupakan salah satu jalur tersibuk di dunia. Volume lalu lintas di wilayah tersebut menampung hampir setengah dari kapal-kapal super tanker dunia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement