Ahad 01 May 2016 00:53 WIB

Pengeboman Aleppo Terjadi Saat Tentara Suriah Umumkan 'Masa Tenang'

Rep: Adysha Citra R/ Red: Indira Rezkisari
Tentara Suriah mengambil posisi di perbukitan dekat kota Palmyra, Kamis (24/3).
Foto: AP
Tentara Suriah mengambil posisi di perbukitan dekat kota Palmyra, Kamis (24/3).

REPUBLIKA.CO.ID, BEIRUT -- Hampir 30 serangan udara diluncurkan di area Aleppo yang dikuasai oleh pemberontak pada Sabtu lalu. Penyerangan tersebut terjadi bersamaan dengan mulai diberlakukannya kondisi 'tenang' sementara yang dinyatakan oleh tentara Suriah di sekitar Damaskus dan area Barat Laut.

Serangan yang terjadi pada Sabtu lalu merupakan serangan di hari kesembilan sejak pengeboman mematikan terjadi di Aleppo. Serangan-serangan yang terjadi sejak 22 April lalu tersebut telah mendorong meningkatnya pertempuran. Serangan-serangan yang terjadi juga merusak kesepakatan gencatan senjata pada Februari lalu dan memakan korban hingga 250 jiwa di bagian utara.

Sebelumnya, pada Jumat lalu tentara Suriah menyatakan kondisi tenang sementara dari peperangan. Damascus sempat mengungkapkan bahwa pernyataan tersebut dibuat untuk menyusun rencana gencatan senjata yang lebih luas lagi.

Pernyataan 'Rezim Tenang' tersebut terlihat berlaku di sekitar ibu kota dan bagian pesisir Provinsi Latakia. Tentara Suriah tidak memberikan penjelasan detail terkait aksi militer dan non militer apa yang termasuk ke dalam 'Rezim Tenang'. Meski begitu, masa tenang ini rencananya akan berlaku selama 24 jam di ibu kota Damaskus serta pinggiran timur Ghouta dan berlaku selama 72 jam di area terpencil dekat bagian utara Kota Latakia. Sayangnya, pengeboman tetap berlanjut di Aleppo yang tidak dimasukkan ke dalam rencana masa tenang tersebut.

Pemerintah Suriah diyakini berada di balik serangan udara yang terjadi pada Sabtu lalu di Aleppo. Pasalnya, Syrian Observatory for Human Rights mengungkapkan bahwa beberapa pihak menilai serangan tersebut dilakukan oleh pesawat tempur pemerintah Suriah.

Pimpinan dari pihak oposisi Syrian National Coalition yang berbasis di Turki, Anas Al Abde, menuduh bahwa pemerintah telah lebih dahulu menyalahi gencatan senjata Februari setiap harinya.

Al Abde mengungkapkan bahwa pihak oposisi mulanya telah siap untuk melakuakn gencatan senjata dengan lebih luas lagi. Akan tetapi Al Abde menilai bahwa pihak oposisi berhak untuk 'merespons' sikap pemerintah tersebut dengan kekuatan serangan. Baik pemerintah maupun pihak oposisi dalam hal ini bersikeras bahwa pihak lainnya telah menyalahi kesepakatan gencatan senjata.

Aleppo sendiri merupakan kota terbesar di Suriah sebelum peperangan mengambil alih kedamaian di sana. Ketika perang berlangsung, Aleppo terbagi menjadi dua bagian besar di mana satu area dikuasai oleh pihak pemberontak dan sisi lainnya dikuasai oleh pemerintah.

Pascapernyataan 'Rezim Tenang', penduduk di bagian Ghouta Barat yang dikuasai pemerintah yaitu Maher Abu Jaafar mengatakan tidak ada bunyi tembakan beberapa jam setelah 'Rezim Tenang' berlaku. Menurut Jaafar tidak ada aktivitas militer bahkan suara ledakan di sekitar areanya.

"Kondisi ini berlawanan dengan malam sebelumnya, ketika ada banyak pengeboman dan suara roket dan tembakan," kata Jaafar, dikutip dari Reuters.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement