Ahad 29 May 2016 03:38 WIB

Terlibat Operasi Condor, Mantan Pemimpin Junta Militer Argentina Dipenjara

Rep: Umi Nur Fadhilah/ Red: Karta Raharja Ucu
Mantan pemimpin junta Argentina, Reynaldo Bignone dijatuhi hukuman 20 tahun penjara
Foto: IST
Mantan pemimpin junta Argentina, Reynaldo Bignone dijatuhi hukuman 20 tahun penjara

REPUBLIKA.CO.ID, BUENOS AIRES -- Mantan pemimpin junta Argentina, Reynaldo Bignone dijatuhi hukuman 20 tahun penjara. Bignone dinyatakan bersalah karena kejahatannya dalam Operasi Condor, yakni sebuah persekongkolan antara para diktator di Amerika Selatan pada 1970-an.

Bignone dan 14 perwira militer lainnya dinyatakan bersalah oleh pengadilan di Argentina setelah proses pengadilan selama tiga tahun. Diketahui, operasi tersebut menculik dan membunuh aktivis sayap kiri di Argentina, Uruguay, Brasil, Chili, Paraguay dan Bolivia.

Para aktivis hak asasi manusia, mendukung putusan pengadilan di Buenos Aires terhadap hukuman Bignone yang disebut sebagai diktator terakhir di Argentina, Jumat (27/5) lalu.

"Putusan ini, tentang koordinasi kediktatoran militer di Amerika untuk melakukan kekejaman, menetapkan preseden yang kuat untuk memastikan pelanggaran HAM berat ini tidak pernah terjadi lagi di wilayah tersebut," kata Direktur America Human Rights Watch, Jose Miguel Vivanco seperti dilansir dari BBC, Sabtu (28/5).

Dalam kesempatan yang sama, pengadilan di Buenos Aires juga menghukum mantan tokoh Uruguay, Kolonel Manuel Cordero. Ia menjadi satu-satunya terdakwa non-Argentina. Cordero dipenjara selama 25 tahun. Para hakim, akan menghukum para bekas perwira militer lainnya.

Diketahui, sejak sidang dimulai pada 2013 lalu, lima terdakwa termasuk Jorge Rafael Videla yang menjabat kepala junta Argentina, telah meninggal. Operasi Condor --dinamai serupa burung bangkai terbesar di Amerika Selatan-- mulai 1975 pada pertemuan kepala intelijen dari Argentina, Bolivia, Chile, Paraguay dan Uruguay. Tidak berselang lama, Brasil bergabung, disusul Ekuador dan Peru.

Operasi ini berlanjut pada 1980. Dengan menggabungkan militer dari negara-negara tetangga yang sebelumnya telah berperang satu sama lain. Untuk melawan musuh bersama, yakni penyebaran ideologi Marxis di seluruh wilayah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement