Sabtu 04 Jun 2016 11:35 WIB

Polisi Burundi Tembak Dua Pelaku Demo

Rep: Melisa Riska Putri/ Red: Winda Destiana Putri
Aksi protes di Burundi menentang pemilihan Presiden Pierre Nkurunziza maju menjadi presiden ketiga kalinya.
Foto: reuters
Aksi protes di Burundi menentang pemilihan Presiden Pierre Nkurunziza maju menjadi presiden ketiga kalinya.

REPUBLIKA.CO.ID, BUJUMBURA -- Polisi di Burundi menembak dan melukai seorang mahasiswa dan supir taksi, Jumat (3/6).

Insiden terjadi selama protes oleh siswa sekolah terhadap penangkapan rekan-rekan mereka karena mengotori potret Presiden Pierre Nkurunziza.

Insiden terjadi di provinsi Muramvya, sekitar 50 kilometer timur ibu koa Bujumbura. Anak sekolah, berusia antara 12 hingga 17 tahun berbaris di jalan raya antara Bujumbura dan Gitega.

Seorang siswa mengatakan, mereka berada di jalan-jalan untuk meminta pembebasan rekan-rekannya yang ditangkap tidak adil.

"Kemudian beberapa petugas polisi di kendaran pick-up dari kantor intelijen menembak ke arah kami, seorang rekan terluka oleh peluru dan dibawa ke rumah sakit untuk perawatan," katanya.

Seorang petugas polisi yang tidak ingin disebutkan namanya membenarkan penembakan terhadap siwa dan supir taksi.

Burundi telah terperosok dalam krisis selama setahun di mana lebih dari 450 orang tewas sejak Nkurunziza memenangkan masa jabatan ketiga.

Para penentang mengatakan, pergerakannya melanggar konstitusi dan kesepakatan yang mengakhiri perang saudara 2005.

Administrator sekolah mengatakan, lima siswa merusak foto Nkurunziza dalam sebuah buku. Dua pekan lalu, lebih dari 300 siswa dari sebuah sekolah di lingkungan ibu kota Ruziba dikirim pulang karena alasan yang sama.

Perilaku aparat keamanan Burundi membuat PBB khawatir. Badan dunia itu pun pada Februari mengatakan misi penjaga perdamain di Republik Afrika Tengah akan memulangkan tiga perwira militer atas dugaan melakukan pelanggaran hak asasi manusia selama kerusuhan politik Burundi.

PBB melangkah lebih jauh pada Jumat (3/6), mengumumkan bahwa unit polisi negara itu tidak lagi melayani misi penjaga perdamaian PBB di Republik Afrika Tengah setelah kunjungan mereka selesai.

"Mengingat situasi saat ini di Burundi, keputusan telah diambil kantor pusat PBB untuk tidak menggantikan unit yang melayani di negeri ini ketika tugas mereka berakhir," ujar juru bicara PBB Farhan Haq kepada wartawan di New York.

Penasihat senior PBB Stefan Feller dari Jerman kemudian mengatakan, keputusan itu merupakan hasil dari tuduhan pelanggaran hak asasi manusia oleh polisi di Burundi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement