Selasa 28 Jun 2016 18:08 WIB

TNI Ketahui Keberadaan Sandera di Filipina

Panglima TNI Gatot Nurmantyo.
Foto: Ist
Panglima TNI Gatot Nurmantyo.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo mengungkapkan sudah mengetahui lokasi keberadaan empat Anak Buah Kapal (ABK) TB Charles 001 yang disandera kelompok Abu Sayyaff. Namun, kondisinya berbeda dengan tiga sandera lainnya atau ABK dari kapal tunda Robby 152.

Menurut Gatot, ketiga sandera itu belum diketahui lokasi keberadaannya. Sedangkan untuk empat sandera, ABK Kapal TB Charles 001, Gatot mengungkapkan, mereka berada di Pulau Zulu, Filipina. Bahkan, Gatot menyebutkan, kondisi pada sandera tersebut dalam kondisi baik.

''Sementara yang dapat diketahui berjumlah empat orang dan mereka dalam kondisi baik. Tapi mereka terpisah dengan yang tiga orang lain, perlu diverifikasi kembali.'' kata Gatot dalam keterangan resmi yang diterima Republika.co.id, Selasa (29/6).

Selain itu, Panglima TNI menyatakan, pelaku pembajakan kapal tersebut diduga kuat berasal dari kelompok Al Habsi. Saat ini, TNI pun masih terus memverifikasi dan memantau terus pergerakan serta lokasi keberadaan dari para sandera tersebut. Gatot pun menyebut, para pelaku pembajakan tersebut meminta uang tebusan 200 juta peso atau sekitar 55 hingga 60 miliar rupiah.

Salah satu penyebab terjadinya insiden pembajakan tersebut, lanjut Panglima TNI, lantaran kapal TB Charles melanggar moratorium pengiriman batu bara. Selain itu, rute yang dilalui TB Charles juga bukanlah rute aman yang telah ditetapkan sebelumnya.

''Untuk rute berlayar setiap kapal pengangkut batu bara dari Indonesia ke Filipina sudah  diberikan jalur yang aman, namun demikian Kapal TB. Charles tersebut memotong rute yang aman yang telah ditentukan,'' kata mantan Pangkostrad tersebut.

Saat ini, 96 persen batu bara yang digunakan di Filipina, menurut Gatot, berasal dari Indonesia. Karena itu, pengiriman batu bara sebenarnya tergantung kepada Filipina karena mereka harus menjamin keamanan pengirimannya, termasuk dengan adanya pengawalan dari tentara dan adanya rute khusus.

Terkait rencana patroli bersama, tahapanya baru sampai pada pertemuan awal. Namun, MoU patroli terkoordinasi tersebut sudah disepakati oleh tiga negara, yaitu Indonesia, Malaysia, dan Filipina. ''Jadi  masih dilakukan pertemuan, tahapanya pertama para Menteri Luar Negeri (Menlu), kemudian apabila Menlu sudah, selanjutnya dibahas di tingkat Menteri Pertahanan,'' ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement