Rabu 27 Jul 2016 07:21 WIB

Korban Penyerangan di Jepang Dibunuh Saat Tidur

Rep: Gita Amanda/ Red: Indira Rezkisari
Satoshi Uematsu, pria yang diduga melakukan penikaman di fasilitas difabel Jepang tampak dimasukkan dalam mobil polisi di Kantor Polisi Tsukui di Sagamihara, Prefektur Kanagawa.
Foto: Reuters
Satoshi Uematsu, pria yang diduga melakukan penikaman di fasilitas difabel Jepang tampak dimasukkan dalam mobil polisi di Kantor Polisi Tsukui di Sagamihara, Prefektur Kanagawa.

REPUBLIKA.CO.ID, TOKYO -- Seorang pria bersenjatakan pisau menyerang sebuah fasilitas untuk  disabilitas dan kesehatan mental di kota Sagamihara, Tokyo. Pelaku menyerang korban saat mereka dalam keadaan tidur.

Pihak berwenang mengatakan insiden pada Selasa (26/7) pagi, menewaskan 19 korban saat mereka tertidur. Sementara 25 lainnya mengalami luka-luka, dalam insiden pembunuhan massal terburuk di Jepang sejak Perang Dunia II itu.

Gubernur Prefektur Kanagawa, tempat fasilitas tersebut berada, Yuji Kuroiwa mengatakan pelaku melancarkan aksinya pada malam hari. Pelaku menurut Kuroiwa kemudian membuka satu pintu pada satu waktu dan menikam orang tidur satu per satu.

"Saya hanya tak percaya pada kekejaman kejahatan ini. Kita perlu mencegah hal ini tak pernah terjadi lagi," katanya.

Staf di fasilitas menelpon polisi pada pukul 02.30 dini hari waktu setempat. Mereka melaporkan bahwa ada seorang pria bersenjata di tempat mereka. Menurut laporan pria tersebut mengenakan kaus hitam dan celana panjang.

"Ini sangat menyayat hati dan insiden ini mengejutkan sebab banyak orang tak bersalah menjadi korban," ujar Kepala Sekretaris Kabinet Yoshihide Suga dalam konferensi pers rutin di Tokyo.

Kantor berita Kyodo melaporkan pelaku merupakan mantan karyawan fasilitas tersebut yang akhirnya menyerahkan diri ke polisi. Satoshi Uematsu (26 tahun) mengatakan dalam surat yang ia tulis Februari lalu bahwa ia akan 'melenyapkan' 470 orang disabilitas.

Ia mengatakan akan membunuh 260 orang disabilitas di dua area di fasilitas itu selama jam kerja malam hari. Ia juga menyatakan tak akan menyakiti karyawan lain.

"Tujuan saya adalah dunia di mana orang-orang disabilitas bisa melakukan eutanasia, dengan persetujuan wali mereka, jika mereka tak mampu untuk tinggal di rumah dan aktif di masyarakat," kata Uematsu dalam suratnya kepada anggota majelis rendah di Kyodo.

Uematsu tinggal di dekat fasilitas. Para tetangganya menggambarkan dia sebagai sosok pria yang sopan, muda dan kerap tersenyum saat bertemu.

"Akan lebih mudah memahami kalau ada peringatan, tapi tak ada tanda-tanda. Kami tak tahu kegelapan hatinya," kata tetangga Uematsu, Akihiro Hasegawa, dilansir dari Reuters.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement