Kamis 04 Aug 2016 14:40 WIB

Presiden Sudan Selatan Pecat Menteri Sekutu Mantan Wapres

Presiden Sudan Selatan, Salva Kiir
Foto: sudantribune.com
Presiden Sudan Selatan, Salva Kiir

REPUBLIKA.CO.ID, JUBA -- Presiden Sudan Selatan Salva Kiir memecat enam menteri sekutu seteru lamanya, Riek Machar pada Selasa malam, sehingga memperdalam perpecahan politik di negara termuda itu dan menimbulkan ancaman peningkatan pertempuran.

Kiir mengisi jabatan kosong, termasuk menteri perminyakan, dengan orang terkait unsur pecahan partai Machar, SPLM-IO, dan memperburuk perpecahan di antara politisi utama di negara penghasil minyak itu. Sekitar 60 ribu orang menghindar dari pertempuran pendukung kedua pemimpin itu dalam tiga pekan belakangan, kata PBB, setelah ratusan ribu orang mengungsi dalam kekerasan dua tahun berlatar belakang suku.

Koordinator bantuan darurat PBB, Stephen O'Brien, mengatakan dalam jumpa pers saat berkunjung ke Juba kekerasan dan budaya kebal hukum harus dihentikan sebelum bencana kemanusiaan itu semakin buruk. Perang saudara dua tahun, yang pecah setelah Kiir memecat Machar dari wakil presiden pada 2013, telah menewaskan lebih dari 10 ribu orang dan lebih dari dua juta orang mengungsi, banyak di antaranya lari ke negara tetangga, Uganda, Ethiopia, Kenya dan Sudan.

Perseteruan pribadi antara Kiir yang berasal dari suku Dinka, dan Machar dari suku Nuer, memperburuk perpecahan etnis di negara yang dibanjiri senjata.

Kedua belah pihak menyetujui perjanjian damai pada 2015 dan membentuk sebuah pemerintahan kesatuan. Namun gencatan senjata itu beberapa kali dilanggar dan Machar meninggalkan ibu kota pada Juli, meminta campur tangan pasukan internasional untuk menjaga agar kedua pasukan tetap terpisah.

Kekacauan tersebut mengkhawatirkan kekuatan regional dan dunia yang membantu menjembatani pemisahan Sudan Selatan dari Sudan pada 2011, dan berharap bahwa kemerdekaan negara itu akan mengakhiri perang dan ketidakstabilan selama beberapa dasawarsa di seluruh Afrika timur.

Di Washington, juru bicara Kementerian Luar Negeri AS Mark Toner menyuarakan kekhawatiran atas konflik itu dan menyalahkan kedua belah pihak.

"Amerika Serikat sangat kecewa dengan kepemimpinan di Sudan Selatan yang diberi peluang kemerdekaan, dan kemudian peluang kedua yang datang bersamaan dengan perjanjian damai Agustus 2015, sejauh ini gagal menyingkirkan pertarungan kekuasaan pribadi demi kebaikan rakyat mereka," katanya.

Toner mengatakan AS menekan kedua belah pihak untuk mengakhiri kekerasan.

Kiir memecat menteri dalam negeri, menteri perminyakan, pendidikan tinggi, ketenagakerjaan, air, serta menteri pertanahan dan perumahan, dalam pernyataan yang dibacakan di stasiun televisi pemerintah. Penggantian itu dilakukan atas rekomendasi Wakil Presiden Taban Deng Gai, yang mengumumkan ia mengambil alih SPLM-IO pada Juli.

"Kami tidak terkejut dengan langkah yang diambil Kiir dan Taban Deng Gai," kata wakil juru bicara Machar, Nyarji Jermlili Roman.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement