Senin 08 Aug 2016 10:08 WIB

Erdogan Setuju Hukuman Mati

Rep: Puti Almas/ Red: Achmad Syalaby
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan menetapkan status darurat selama tiga bulan, Rabu (20/7), menyusul kudeta gagal pekan lalu.
Foto: Kayhan Ozer/Pool Photo via AP
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan menetapkan status darurat selama tiga bulan, Rabu (20/7), menyusul kudeta gagal pekan lalu.

REPUBLIKA.CO.ID, ISTANBUL -- Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengatakan, dia setuju hukuman mati kembali berlaku di negara itu. Hukuman mati, kata dia,akan dapat dilakukan jika didukung oleh parlemen dan masyarakat secara luas. 

"Jika Parlemen Turki memutuskan untuk memberlakukan kembali hukuman mati, maka saya akan menyetujuinya karena sebagian besar negara di dunia juga memilikinya," ujar Erdoan di hadapan jutaan pendukungnya di Istanbul pada Ahad (7/8) dilansir BBC, Senin (8/8).

Dalam sebuah reli yang dihadiri setidaknya satu juta orang itu, Erdogan juga menyampaikan Turki akan terbebas dari seluruh pendukung Fethullah Gulen. Ulama yang berbasis di Amerika Serikat (AS) itu selama ini disebut Erdogan sebagai sosok yang berada di balik kudeta gagal pada 15 Juli lalu. 

Ribuan orang yang berada di lembaga negara telah diberhentikan dari pekerjaan dan sebagian ditahan karena diduga terkait dengan Gulen dan kudeta. Meski ulama tersebut membantah keterlibatan dari kudeta, Erdogan terlihat tetap menunjukkan langkah kuat akan dilakukan negara itu untuk menghukum Gulen dan pengikutnya.

Selama ini, negara-negara Barat, khususnya Uni Eropa telah mengkritik tindakan Pemerintah Turki setelah adanya upaya kudeta gagal. Hukuman mati di negara-negara yang tergabung dalam organisasi supra nasional tersebut juga tidak lagi berlaku.

Namun, Erdogan mengatakan bahwa seluruh pihak yang terlibat dalam upaya penggulingan Pemerintah Turki harus dibasmi. Hal ini agar negara tersebut tidak akan terlihat lemah dan kemungkinan kudeta selanjutnya tak akan pernah ada. 

"Tentu kami akan mengungkap dan membasmi semua pihak yang berada di balik kudeta dalam kerangka hukum. Namun, jika hanya luas dengan itu, bangsa dan negara ini akan terihat lemah dalam menghadapi kasus serupa," jelas Erdogan.

Turki memberlakukan hukuman mati hingga 1984 lalu. Menurut Erdogan, AS, Jepang, dan Cina sebagai beberapa negara besar di dunia juga masih memberlakukan aturan ini. "Kedaulatan milik rakyat, jadi jika hukuman mati ingin kembali diberlakukan, saya yakin partai-partai politik akan menyetujuinya," kata Erdogan menambahkan.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement