Selasa 30 Aug 2016 09:44 WIB

Perdamaian di Maroko Terancam

Rep: Lida Puspaningtyas/ Red: Nur Aini
Pemandangan sebuah kota di Maroko (Illustrasi)
Foto: EVERYCULTURE.COM
Pemandangan sebuah kota di Maroko (Illustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID,SAHARA BARAT -- Sebuah dokumen penting PBB menyebut Maroko melanggar kesepakatan gencatan senjata dengan gerakan Polisario Front. Dilansir dari AP, Senin (29/8), kesepakatan tersebut ditandatangani pada 1991.

Dokumen menyebut pemerintah Maroko mengirim senjata dan peralatan militer pada personil keamanan. Mereka menggunakan peralatan untuk mengujinya di wilayah Sahara bagian barat tanpa memberitahu penjaga perdamaian PBB.

Catatan yang diberikan Departemen Operasi Menjaga Perdamaian pada Dewan Keamanan PBB juga mengatakan Polisario Front menempatkan 32 personil militernya untuk merespon tindakan pemerintah. Artinya, kelompok gerakan kemerdekaan ini juga melanggar kesepakatan.

Sekretaris Jenderal PBB, Ban Ki-moon mengaku sangat khawatir dengan situasi menegangkan yang terus berkembang ini. "(Sekjen) sangat khawatir dengan situasi tegang di wilayah penyangga Sahara barat antara Maroko dan perbatasan Mauritania," kata Juru bicara Ban.

Ban mendesak kedua pihak untuk menghormati keputusan gencatan senjata. Ia juga meminta kedua pihak tidak memperburuk kondisi saat keduanya sudah mendekat satu sama lain.

Maroko menganeksasi Sahara Barat yang dulunya mantan koloni Spanyol pada 1975. Pasukan Maroko memerangi Polisario Front di sana. PBB mengajukan gencatan senjata pada 1991 dan membentuk pasukan penjaga perdamaian PBB di sana yang bernama MINURSO untuk mengawasi wilayah.

MINURSO juga membantu mempersiapkan referendum di wilayah tersebut untuk kelanjutan kedaulatan di masa depan. Referendum ini tidak pernah terjadi hingga saat ini.

Maroko mengklaim wilayah Sahara Barat sebagai teritorialnya dan masuk dalam provinsi selatan. Namun Polisario Front bersikeras wilayah itu tidak termasuk dan mendesak referendum.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement