Rabu 31 Aug 2016 20:51 WIB

Paradoks di Kota Tempat Facebook dan Google Berada

Rep: Hasanul Rizqa/ Red: M.Iqbal
Markas Besar Google di Sillicon Valley, California.
Foto: voanews.com
Markas Besar Google di Sillicon Valley, California.

REPUBLIKA.CO.ID,PALO ALTO -- Sebagai lokasi perusahaan-perusahaan raksasa internet, Silicon Valley di Palo Alto, California, Amerika Serikat (AS) justru menyimpan ironi. Seperti dilaporkan The New York Times, Selasa (30/8), sinyal telepon seluler ternyata sangat buruk di kota tempat Facebook dan Google berada itu.

Salah seorang penduduk Palo Alto, Brian Reid, menuturkan keheranannya. Ia adalah ilmuwan komputer yang bertetangga dengan rumah mendiang Steve Jobs, bos Apple.

Suatu ketika pada 2007 silam, kata Reid, Steve Jobs tampak keluar dari rumahnya. Tahun itu merupakan tahun diluncurkannya Iphone.

"Tuan Jobs sampai harus keluar dari rumahnya hanya agar bisa menelepon," kata Reid kepada The New York Times, Selasa (30/8). "Dia (Steve Jobs) kerjanya menjual perangkat telepon seluler tapi dia sendiri kesulitan menggunakan telepon di pekarangan rumahnya," sambung Reid.

Reid lantas heran dengan keengganan luar biasa dari mayoritas penduduk Palo Alto terhadap pembangunan menara pemancar sinyal di kota itu. Padahal, kota ini begitu menguras data untuk menunjang aktivitas internet.

Tak semua sepakat dengan keluhan Reid. The New York Times mewawancarai terpisah Wali Kota Palo Alto, Patrick Burt. Burt menilai, hadirnya korporasi-korporasi raksasa di kotanya malah menambah kesemrawutan.

"Perusahaan-perusahaan tekno raksasa itu mencekik kota ini. Kondisi ini tak sehat," ujar Burt. Sebelum hadirnya "raksasa-raksasa", semisal Google, Facebook, dan sebagainya, penduduk Palo Alto dinilai bahagia dengan kota kecil mereka.

Dan mereka ingin terus menjaga agar kota ini tak mirip kota besar. Meski begitu, kini faktanya jauh berbeda.

Kemacetan lalu lintas menjadi hal yang akrab dijumpai. Bahkan, selayaknya metropolitan, harga rumah di Palo Alto melonjak tinggi.

"Ini gila," kata Kate Vershov kepada The New York Times. Perempuan yang berprofesi pengacara itu mengaku kelabakan mencari rumah yang pas dengan kondisi keuangan keluarganya.

Meskipun suaminya bekerja di sebuah perusahaan software, gaji pasangan itu masih tak cukup untuk biaya hidup di Palo Alto. Harga rata-rata sebuah rumah di kota itu mencapai 2,5 juta dolar AS.

Itu menjadikannya salah satu kota dengan harga rumah termahal di Negeri Paman Sam. Palo Alto berpenduduk 66 ribu orang.

Sebagai bentuk resistensi terhadap hadirnya perusahaan multinasional, tahun lalu pemerintah kota setempat hanya mengizinkan penambahan lahan perkantoran kurang dari satu persen per tahun. Bahkan, Pemkot Palo Alto berencana melarang software coding di sejumlah titik Lembah Silikon.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement