Senin 19 Sep 2016 17:09 WIB

Duterte: Perlu Enam Bulan Habisi Narkoba di Filipina

Presiden Filipina Rodrigo Duterte berjalan usai menyampaikan pidato dalam penutupan ASEAN Summit di National Convention Center, Vientiane, Laos, Kamis (8/9).
Foto: Antara/ Akbar Nugroho Gumay
Presiden Filipina Rodrigo Duterte berjalan usai menyampaikan pidato dalam penutupan ASEAN Summit di National Convention Center, Vientiane, Laos, Kamis (8/9).

REPUBLIKA.CO.ID, MANILA -- Filipina masih memerlukan enam bulan tambahan untuk menghabisi peredaran obat terlarang, kata Presiden Rodrigo Duterte pada Ahad (18/9). Dia mengaku baru menyadari betapa buruk persoalan narkotika di negaranya setelah berkuasa dua bulan lalu.

Duterte, mantan wali kota terkenal keras di kota Davao, merebut kursi presiden pada Mei dengan janji menurunkan angka kejahatan dan menumpas peredaran narkotika dan obat terlarang hanya dalam tiga sampai enam bulan.

Lebih dari 3.500 orang atau sekitar 47 orang per hari tewas dalam dua bulan belakangan karena diduga terlibat dalam peredaran obat terlarang. Sekitar 60 persen korban itu tewas oleh orang tidak dikenal, sementara sisanya mati dalam gerakan kepolisian.

Meski disukai masyarakat dalam negeri, kebijakan keras Duterte melenyapkan ribuan nyawa dikritik kelompok hak aasi manusia dan memicu keprihatinan Amerika Serikat, sekutu besar Filipina. Duterte membantah kritik terhadap kebijakannya itu, termasuk tudingan oleh kelompok hak asasi manusia bahwa sang presiden bertanggung jawab atas pembunuhan ekstrajudisial.

Lembaga Human Rights Watch di New York pada pekan lalu menyatakan PBB harus menyelidiki kebijakan perang narkoba dari Duterte dan diizinkan untuk mewawancara para korban. Persoalan terbesar muncul dalam distribusi dan penggunakan sebuah produk methamphetamin lokal, yang dikenal dengan nama sabu.

"Saya tidak menyadari seberapa parah dan seberapa serius persoalan peredaran narkoba di negara ini sampai saya menjadi presiden," kata Duterte dalam jumpa pers di Davao.

Dia menyatakan ada setidaknya ratusan ribu orang yang terlibat dalam bisnis peredaran narkoba saat ini. Bahkan beberapa di antaranya bekerja di institusi pemerintahan. "Kami butuh waktu lebih banyak untuk mengembalikan tegaknya hukum. Beri saya perpanjangan waktu, mungkin sampai sekitar enam bulan," kata dia.

Pada awal bulan ini, Duterte mengatakan masih banyak orang yang akan tewas sampai pengedar terakhir keluar dari jalanan.

Pada Ahad, dia menyatakan "meskipun saya ingin, saya tidak bisa membunuh mereka semua karena laporan terakhir saja sudah sangat tebal," merujuk pada sebuah laporan baru mengenai daftar sebagian pejabat publik yang terlibat dalam perdagangan obat-obatan ilegal.

Dalam daftar sebelumnya, Duterte mengidentifikasi sejumlah pejabat militer dan kepolisian, serta anggota parlemen dan hakim.

Daftar terbaru memasukkan pejabat pemerintah terpilih seperti kepala desa, kata Duterte. Dia tidak mengungkap kapan daftar itu akan dibuka untuk umum.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement