Kamis 29 Sep 2016 08:04 WIB

Pemimpin Taliban tak Terkesan dengan Donald Trump

Rep: Puti Almas/ Red: Ilham
Milisi Taliban (ilustrasi)
Foto: english.alarabiya.net
Milisi Taliban (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, PESHAWAR -- Para pemimpin pejuang Taliban mengatakan tidak terkesan dengan calon presiden Amerika Serikat (AS) dari Partai Republik Donald Trump. Hal itu dikatakan setelah melihat debat capres pertama di Negeri Paman Sam itu pada Senin (26/9), lalu.

Menurut keterangan dari juru bicara kelompok tersebut, Zabihullah Mujahid, Trump dinilai tidak serius sepanjang acara berlangsung. Mereka juga melihat debat itu tidak membahas sedikitpun mengenai Afghanistan, negara tempat Taliban berada.

"Ia (Trump) terlihat tidak serius dari kata-katanya. Hal utama yang ingin kami lihat dari Presiden AS berikutnya adalah bagaimana mereka belajar dari kesalahan para pemimpin sebelumnya," ujar Mujahid dalam sebuah keterangan, Rabu (28/9).

Ia juga mengatakan, orang nomor satu di AS harus siap menghadapi bahwa negaranya sangat dibenci banyak orang dari seluruh dunia. Hal itu karena AS kerap menyerang negara lain untuk kepentingan pribadi.

"Mengapa mereka dibenci di seluruh dunia? Jawabannya, jelas karena kebjiakan agresif mereka yang menyerang negara lain, bahkan membunuh manusia tak bersalah demi kepentingan pribadi," jelas Mujahid.

Presiden AS yang terpilih dalam pemilu November mendatang harus menentukan kebijakan untuk Afghanistan. Pada 2009, AS melakukan invasi atas Afghanistan, dipicu penolakan Taliban menyerahkan pemimpin Alqaidah, Osama Bin Laden.

Perang di Afghanistan telah menewaskan 2.000 tentara AS, serta melukai puluhan ribu lainnya. Presiden Barack Obama telah memutuskan untuk menunda penarikan separuh dari jumlah seluruh pasukan mereka dari negara itu.

Ia beralasan kekuatan tentara pemerintah belum mampu sepenuhnya menekan Taliban. Satu-satunya cara untuk menarik pasukan AS dari negara itu menurutnya adalah kelompok itu harus mencapai kesepakatan dengan Pemerintah Afghanistan.

Menurut Mujahid, dua pemimpin AS, George W. Bush dan Obama telah menghabiskan waktu selama 15 tahun dan uang miliaran dolar dalam invasi di Afghanistan. Namun, hasilnya tetap Taliban tidak terkalahkan.

"Ada pilihan untuk Presiden AS yang baru, apakah ia ingin menderita dengan menambah jumlah korban manusia serta uang atau ia membiarkan rakyat Afghanistan mengurus urusan sendiri," jelas Mujahid.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement