Jumat 11 Nov 2016 08:13 WIB

Muslim Khawatir Trump Pimpin AS

Rep: Hasanul Rizka/ Red: Winda Destiana Putri
Remaja Muslim di AS
Foto: ap
Remaja Muslim di AS

REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO – Tidak hanya rakyat Amerika Serikat (AS), hampir seluruh umat Islam di dunia tersentak dengan kemenangan Donald Trump dalam pemilihan umum presiden AS 2016. Meskipun sejumlah pemimpin negara-negara telah memberikan apresiasi atas hasil pemilu tersebut, kaum Muslim tampak masih dirundung kecemasan.

Sebab, ada peluang bahwa AS akan memberlakukan pelarangan terhadap orang Islam untuk masuk ke Negeri Paman Sam. "Trump telah mengobarkan retorika anti-Muslim. Para pemilihnya mengharapkannya untuk memenuhi janji-janji semasa kampanye. Itulah yang mengkhawatirkan, buat saya, terkait dampak (kemenangan Trump) terhadap AS dan dunia pada umumnya," kata tokoh Muslim asal Indonesia, Yenny Wahid, kepada Reuters, Kamis (10/11).

Pada masa kampanye silam, Trump sering melontarkan orasi bahwa kelompok militan Islam terus berdatangan ke Amerika. Dia bahkan berjanji, bila terpilih sebagai presiden, akan membentuk komisi khusus untuk menanggulangi isu itu.

Lebih lanjut, Yenny memperkirakan naiknya Trump akan meningkatkan tensi konfrontasi antara AS dan dunia Islam. Hal itu bisa merintangi upaya-upaya deradikalisasi.

Tokoh Muslim Indonesia lainnya, Din Syamsuddin, juga pesimistis akan masa depan kebhinekaan AS. Umat Islam merupakan salah satu kelompok minoritas di sana. Menurut Din, Trump secara gegabah banyak berkomentar negatif terhadap Dunia Islam. "Dia lupa bahwa banyak warga Amerika adalah imigran," kata Din Syamsuddin kepada Reuters.

Sementara itu, mantan duta besar Pakistan untuk AS, Sherry Rehman, membenarkan bahwa keinginan Trump untuk membatasi Muslim dari Tanah AS sangat mengganggu. "Pakistan memang tidak bisa menyanggah siapapun yang menang dalam pemilu AS. Namun, retorika anti-Muslim yang dicetuskan Trump telah menjadi awan gelap yang menaungi hubungan internasional, dalam waktu kini yang penuh ketidakpastian," kata Rehman kepada Reuters, Rabu (9/11).

Serupa pula di Bangladesh, negara berpenduduk mayoritas Muslim di Asia Selatan. "Saya masih tidak percata. Saya hanya bisa berharap akan ada perbedaan antara Donald Trump sebagai pribadi dan Presiden Donald Trump. Seharusnya, seorang presiden lebih dewasa," kata Asif Iqbal, seorang karyawan swasta di Dhakka, Ibukota Bangladesh.

Suara khawatir yang sama juga mencuat di Afrika. Seperti tiga negara tersebut, Nigeria juga banyak berpenduduk Muslim. "Apapun yang terjadi pada Amerika akan berdampak pada siapapun. Dengan segala janji-janji yang berbahaya dicetuskan Trump kepada kelompok kulit hitam, Muslim, kaum minoritas. Tentu saja kita tidak senang," kata warga Nigeria, Ganiu Olukanga, kepada Reuters, Kamis (10/11).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement