Ahad 25 Dec 2016 12:00 WIB

Cerita Tim Dompet Dhuafa di Pengungsian Muslim Rohingya

Rep: Fuji Pratiwi/ Red: Teguh Firmansyah
Anak-anak pengungsi Rohingya mengikuti pelajaran di sekolah kamp pengungsi Kutupalang di Cox Bazar, Bangladesh.
Foto: Reuters
Anak-anak pengungsi Rohingya mengikuti pelajaran di sekolah kamp pengungsi Kutupalang di Cox Bazar, Bangladesh.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --  Tim Misi Kemanusiaan Dompet Dhuafa bagi Rohingya membawa cerita tersendiri sepulangnya memberi bantuan bagi Muslim Rohingya di Sittwe, Myanmar. Meski sebatas mendengar dan belum tentu pernah jumpa, pengungsi Muslim Rohingya di Kota Sittwe merindukan bantuan saudara-saudara mereka, Muslim Indonesia.

Pegiat Dompet Dhuafa Yogi Achmad Fajar mengaku tegang saat mendapat tugas pergi ke daerah konflik dan bertaruh nyawa, meninggalkan istri sedang hamil tiga bulan. Namun, ia bersyukur, selain bisa pulang dengan selamat, ada pelajaran  yang dapatkan.

Menurut Yogi, masjid memang harus jadi tujuan pertama ke manapun pergi. Saat tiba di Yangon bersama Manajer Disaster Management Center Dompet Dhuafa Fadhillah Rachman, mereka berjalan kaki dari Yangon ke Masjid Indonesia (Masjid Al Muhajirin) di dekat KBRI untuk shalat.

''Di sana titik balik kami bisa menjalankan misi ini, bisa menemui Dubes RI untuk Myanmar dan Ibu Menlu. Di Masjid Al Muhajirin kami bertemu staf yang membuka jalan bagi kami,'' ungkap Yogi saat menceritakan perjalanan Misi Kemanusiaan Dompet Dhuafa untuk Rohingya sepekan sebelumnya di depan siswa-siswa Sekolah SMART Ekselensi di Masjid Al Madina, Zona Madina Dompet Dhuafa, Parung, Kabupaten Bogor pekan lalu.

Pertemuan itu tanpa janji, mereka berdua langsung diterima Dubes RI untuk Myanmar, Ito Sumardi Djunisanyoto. Dubes RI membantu membuka akses ke Provinsi Rakhine. Meski disebut kondusif, di Provinsi Rakhine suasana masih tegang.

Setelah itu mereka berhasil masuk ke satu dari 14 kamp pengungsi Muslim Rohingya di Kota Sittwe, Provinsi Rakhine. Tiap kamp diisi sekitar 1.500 jiwa. Melihat kehidupan pengungsi di  sana, Yogi makin bersyukur atas semua nikmat yang dapat selama ini. Bagaimana tidak, sebagian besar anak-anak di pengungsian malanutrisi, dengan tubuh kurus dan perut buncit. Belum lagi sanitasi buruk.

Saat bertemu anak-anak Rohingya, lanjut Yogi, mereka memanggil-manggil gembira karena tahu Yogi dan Fadhilah dari Indonesia dan Indonesia adalah negara mayoritas Muslim. Di sana, mereka berhasil memberikan bantuan ke perwakilan pengungsi di sana. '

'Penerjemah kami, staf KBRI bantu menterjemahkan perkataan penerima bantuan. Dia bilang, ''Alhamdulillah bantuan dari Indonesia sudah masuk. Semoga tidak kali ini saja, nanti ke sini lagi ya'','' ungkap Yogi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement