Selasa 17 Oct 2017 19:56 WIB

ANTAR: Para Pengungsi Rohingya Datang Seadanya

Rep: Rizkyan Adiyudha/ Red: Teguh Firmansyah
KUNJUNGAN DELEGASI BANGLADESH. Wakil Pemimpin Redaksi Republika Nur Hasan Murtiaji (kiri) menyerahkan cinderamata kepada Manager Social Development Dompet Dhuafa Arif Rahmadi Haryono (kanan) usai kunjungan tamu delegasi Bangladesh untuk Rohingya di Gedung Harian Republika, Jakarta, Selasa (17/10).
Foto: Republika/Putra M. Akbar
KUNJUNGAN DELEGASI BANGLADESH. Wakil Pemimpin Redaksi Republika Nur Hasan Murtiaji (kiri) menyerahkan cinderamata kepada Manager Social Development Dompet Dhuafa Arif Rahmadi Haryono (kanan) usai kunjungan tamu delegasi Bangladesh untuk Rohingya di Gedung Harian Republika, Jakarta, Selasa (17/10).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Etnis Rohingya terus berdatangan ke kamp pengungsian di Bangladesh. Mereka menghindari kekerasan tentara Myanmar yang mereka dapatkan di Rakhine. Hingga saat ini, lebih dari satu juta pengungsi sudah menyebrangi perbatasan.

Angka itu dihitung sejak warga meninggalkan Rakhine usai operasi militer yang dimulai pada 25 Agustus lalu. Ditambah pengungsi yang sudahpergi dari Myanmar sebelum peristiwa tersebut terjadi.

 "Sebagian besar pengungsi adalah wanita dan anak-anak. Mereka datang bersama keluarga yang mayoritas orang-orang tua," kata Pendiri ANTAR, Emranul Huq Chowdhury saat menyambangi kantor Republika di Jakarta, Selasa (17/10).

ANTAR merupakan salah satu organisasi non-pemerintah di Bangladesh yang ikut terjun menangani masalah para pengugsi di Cox's Bazar. Organisasi yang didirikan pada 2000 lalu ini fokus menangani persoalan HAM, pemberdayaan ekonomi hingga pembangunan kapasitas anak-anak dan perempuan.

Emranul mengatakan, para pengungsi datang ke Bangladesh tanpa membawa apapun selain keluarga mereka. Kendati, dia mengungkapkan, kebanyakan pengungsi muda dari Rakhine tak dapat melintasi perbatasan lantaran meninggal di kampung halaman mereka.

Sementara, jumlah pengungsi diprediksi akan terus bertambah menyusul masih banyak warga Rakhine yang mencoba melewati perbatasan. Pemerintah setempat mengestimasi peningkatan jumlah pengungsi lima tahunmendapatan mencapai dua juta jiwa."Karena banyak pengungsi yang merupakan ibu-ibu hamil," kata Emranul.

Pemerintah Bangladesh menerima para pengungsi itu dengan tangan terbuka. Kendati, masalah demi masalah muncul seiring dengan penuhnya kamp pengungsian yang berlokasi di Cox's Bazar.

Di lokasi seluas 2000 are ini, jutaan pengungsi Rohingya berkumpul. Masalah kesehatan, keamanan hingga pangan menjadi kesulitantersendiri. Belum lagi, berbagai penyakit yang siap menyerang para pengungsisemisal pernafasan hingga penyakit kulit."Ditambah lagi permasalahan perdagangan manusia yang membuat kondisi para pengungsi semakin memburuk," kata Emranul.

Emranul mengatakan, di tengah kebingungan serta jauh dari rumah membuat para pengungsi rentan terhadap semua jenis radikalisasi. Anak-anak dan perempuan kerap menjadi korban perdagangan manusia.

Permasalahan yang terjadi di Rakhine tak pelak menyitaperhatian pemerintah di dunia. Hampir setiap negara hingga organisasi kemanusiaan bergerak dan membantu penyelesaian konflik tersebut.

Sementara, ANTAR hingga saat ini terus mencoba untuk membantu memulangkan warga Rakhine ke kampung halaman mereka. Dia mengatakan, pemerintah setempat terus berkomunikasi dengan duta besar Myanmar di Bangladeshterkait masalah tersebut."Karena bagaimanapun juga ini adalah rakyat mereka danwarga negara mereka," kata Emranul.

Di saat yang bersamaan ANTAR juga membawa masalah tersebut ke Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Hal ini dilakukan agar pemulangan wargaRohingya ke Myanmar menjadi perhatian internasional. Sayangnya, dia mengatakan, respons negara tetangga tidak seperti yang diharapkan. Dia melanjutkan, mereka cenderung pasif akan hal tersebut. Namun yang terpenting adalah genosida di Rakhine berhenti.

Meski demikian, Emranul mengatakan, kerasnya perlakuan militer Myanmar terhadap penduduk Rakhine membuat mereka sedikit enggan untuk menginjakan kaki di kampung halaman. Dia mengaku dapat melihat asap kebakaran yang terjadi di perkampungan Rakhine.

Sebelumnya, PBB menyebut operasi militer yang dilakukan aparat Myanmar memang dilakukan untuk menghalau pengungsi Rakhine kembali. PBB menilai tindakan militer yang dilakukan sangat terorganisasi, terkordinasi dan sistematik.

Pasukan Myanmar sengaja menghancurkan harta benda hinggamembakar tempat tinggal warga di Rakhine utara. Tidak hanya untuk mengusirpenduduk secara massal tapi juga mencegah mereka yang melarikan diri untukkembali ke rumah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement