Jumat 20 Jan 2017 06:25 WIB

Kepolisian Vietnam Hentikan Aksi Protes Anti-Cina

Ekspatriat Vietnam menyeberangi jalan sambil menunjukkan poster dukungan kepada Filipina sebelum keputusan pengadilan arbitrase internasional mengenai Laut Cina Selatan, Selasa, 12 Juli 2016. Vietna mendukung kasus Filipina ini.
Foto: AP Photo/Bullit Marquez
Ekspatriat Vietnam menyeberangi jalan sambil menunjukkan poster dukungan kepada Filipina sebelum keputusan pengadilan arbitrase internasional mengenai Laut Cina Selatan, Selasa, 12 Juli 2016. Vietna mendukung kasus Filipina ini.

REPUBLIKA.CO.ID, HANOI -- Kepolisian di ibu kota Vietnam, Hanoi, Kamis (19/1), hanya dalam beberapa menit menghentikan aksi protes anti-Cina terkait sengketa Laut Cina Selatan yang telah berlangsung lebih dari empat dasawarsa.

Vietnam mengaku memiliki Laut Cina Selatan, perairan yang nyaris seluruhnya diklaim Cina. Empat negara lain turut mengklaim laut yang dilalui kapal dagang senilai lima triliun dolar Amerika Serikat tiap tahunnya itu.

Unjuk rasa di Hanoi dimulai setelah aksi peringatan damai untuk para tentara Vietnam Selatan yang tewas pada 1974. Tentara itu tewas saat Cina mengambil alih Kepulauan Paracel.

Polisi menyeret 20 demonstran ke dalam bus karena memilih bertahan walau telah diperingatkan. Pengunjuk rasa bahkan menyatakan, "Hancurkan Pendudukan Cina" beserta slogan lainnya.

Namun pemerintah dan kepolisian tidak memberi keterangan apa pun, bahkan media milik negara juga tidak memberitakan demonstrasi tersebut. Ketegangan dua negara komunis itu sempat memanas saat Cina memindahkan kilang minyaknya di Laut Cina Selatan pada 2014.

Langkah Cina diprotes banyak warga Vietnam. Namun hubungan keduanya sempat membaik, walau militer masing-masing pihak masih bersiaga di perairan sengketa itu.

Cina dan Vietnam sepakat minggu lalu untuk mengatasi perbedaan serta menjaga perdamaian di Laut Cina Selatan. Pernyataan itu disampaikan saat Ketua Partai Komunis Vietnam Nguyen Phu Trong mengunjungi Cina.

Potensi kekayaan di Laut Cina Selatan dinilai mendapat perhatian banyak negara. Salah satunya Amerika Serikat lewat calon menteri luar negerinya, Rex Tillerson yang sempat menyatakan, akses Cina mendatangi pulau buatannya di Laut Cina Selatan harus ditutup.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement