Ahad 22 Jan 2017 11:20 WIB

Ini Bedanya Trump dan Obama Menurut Imam Besar Masjid New York

Rep: Fuji E Permana/ Red: Bilal Ramadhan
Sebuah truk bertuliskan nama Presiden terpilih AS Donald Trump diparkir dekat National Mall di Washington, Kamis, 19 Januari 2017.
Foto: AP Photo/John Minchillo
Sebuah truk bertuliskan nama Presiden terpilih AS Donald Trump diparkir dekat National Mall di Washington, Kamis, 19 Januari 2017.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Donald J Trump resmi dilantik menjadi presiden Amerika yang baru pada Jumat (20/1). Melihat kepribadiannya, Trump merupakan sosok orang yang kontras dengan Barack Husain Obama. Kontras hampir dalam segala hal.

Imam Besar Masjid New York yang juga Presiden Nusantara Foundation Imam Shamsi Ali mengatakan, Trump adalah anak dari seorang imigran putih yang berhasil dalam bisnis. Ayahnya memberikan modal sebesar 100 juta dolar AS untuk memulai bisnisnya ketika itu.

"Tentu modal 100 juta dolar AS ketika itu adalah jumlah fantastik. Dengan kata lain, Donald Trump tidak pernah merasakan apa dan bagaimana rasanya hidup termarginalkan," kata Imam Shamsi kepada Republika.co.id, kemarin.

Ia menerangkan, Trump juga tidak pernah hidup secara luas, bergaul dengan anak-anak dan pemuda dari kelompok etnis lainnya. Bahkan ada catatan sejarah yang mengatakan, ayahnya yang ketika itu sudah terjun di bisnis properti. Dia tidak mau menyewakan apartemen miliknya kepada kelompok nonputih.

Trump juga dalam pandangan pribadinya (personal views) terhadap orang lain, baik secara agama maupun etnis dianggap negatif. Terhadap Islam misalnya, walau selama ini punya koneksi bisnis dengan orang-orang Islam. Tapi, dalam pandangan Trump, orang Islam adalah orang-orang yang perlu dicurigai.

Pandangan pribadinya ini yang mungkin melatarbelakangi Trump mengeluarkan pernyataan-pernyataan menyakitkan bagi orang-orang Islam. Demikian pula terhadap warga minoritas etnik lainnya. "Warga Meksico dan Hispanik secara umum menerima kenyataan pahit dengan tuduhan-tuduhan buruk seperti perampok, pemerkosa, dan lain-lain," jelasnya.

Menurut dia, jika kampanye Obama menyatukan, kampanye Trump jelas memecah belah. Bahkan ada sebagian yang mengatakan slogan kampanye Trump "Make America Great Again" dimaknai sebagai mengembalikan supremasi kulit putih.

Ini tampak jelas, di dalam sejarah Negara Amerika baru ada kandidat yang secara terbuka didukung oleh kelompok Ku Klux Klan (KKK). Berbeda dengan Obama, yang kemenangannya dirayakan hampir di berbagai belahan dunia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement