Senin 20 Feb 2017 16:26 WIB

Polisi dan Biksu Thailand Berkelahi di Wihara

Biksu Buddha dari Wihara Dhammakaya terlibat bentrok dengan polisi di luar wihara di Pathum Thani, utara Bangkok, Thailand, Senin, 20 Februari 2017.
Foto: AP Photo/Sakchai Lalit
Biksu Buddha dari Wihara Dhammakaya terlibat bentrok dengan polisi di luar wihara di Pathum Thani, utara Bangkok, Thailand, Senin, 20 Februari 2017.

REPUBLIKA.CO.ID, BANGKOK -- Sejumlah biksu dan kepolisian terlibat perkelahian di wihara Buddha di Thailand, Senin (20/2), saat pasukan kepolisian berupaya menangkap mantan kepala wihara berpengaruh terkait tuduhan pencucian uang.

Kebuntuan skandal korupsi di lingkungan Wihara Dhammakaya adalah salah satu tantangan terbesar Pemerintahan Thailand, yang merebut kekuasaan pada 2014. Kepolisian berupaya menghindari kekerasan pada saat muncul ancaman penangkapan terhadap pengikut.

Mereka yang tinggal di wihara itu menolak perintah meninggalkan tempat tersebut. Para biksu malahan berbondong-bondong ke wihara sehingga menghambat perburuan terhadap Phra Dhammachayo, yang berusia 72 tahun.

Dengan peningkatan ketegangan selama empat hari setelah pemerintahan militer mengeluarkan perintah darurat untuk perburuan tersebut, biksu dan polisi saling dorong di salah satu pintu gerbang wihara. Seorang juru foto Reuters melaporkan tidak ada yang luka parah dalam kejadian tersebut.

Masyarakat luas meyakini wihara tersebut memiliki keterkaitan dengan pemerintahan yang digulingkan oleh militer pada 2014 dan kalangan Buddha dicap lebih buruk daripada konservatif tradisional kerajaan dan militer. Wihara itu, yang mengaku memiliki jutaan pengikut di negara dengan 95 persen penduduknya beragama Buddha tersebut menyatakan, serangan terhadap para biksu berjubah kuning merupakan perbuatan tabu.

"Kami melakukan semua tindakan untuk menghindari konfrontasi dan kekerasan fisik. Perburuan akan dilanjutkan dan kami akan meminta pihak wihara untuk bekerja sama," kata Deputi Direktur Jenderal Departemen Penyelidikan Khusus, Suriya Singhakamol.

"Pengikut, yang mendatangi wihara tersebut, di berbagai arah diminta kembali. Kami minta orang-orang tidak datang karena mereka bisa melanggar hukum dan bisa ditahan," katanya.

Sebagian besar polisi ikut terlibat dalam perburuan di wihara yang berlokasi di pinggiran Kota Bangkok itu. Namun, tidak terlihat pasukan militer. Wihara terbesar di Thailand itu berdiri di atas lahan seluas 400 hektare atau empat kali lipat luas wilayah Kota Vatikan.

Pemerintah Thailand menerapkan aturan, yang menurut para pengamat sebagai undang-undang diktator pada Kamis, untuk perburuan di Wihara Dhammakaya itu setelah beberapa bulan penangkapan Phra Dhammachayo mengalami kegagalan. Dia menghadapi tuduhan melakukan konspirasi dengan pelaku pencucian uang dan menerima barang-barang curian serta mengambil alih lahan secara ilegal untuk mendirikan bangunan pusat meditasi.

Sejumlah pembantunya menolak tuduhan itu karena berlatar belakang politis. Kepolisian menolak berkomentar di koran Bangkok Post yang melaporkan Phra Dhammachayo melarikan diri dari wihara pada hari pertama perburuan.

Meskipun pihak wihara tidak memiliki afiliasi politik tertentu, pimpinan wihara secara luas diyakini memiliki jaringan dengan mantan Perdana Menteri Thaksin Shinawatra yang digulingkan pada 2006. Pemerintah yang dipimpin saudara perempuan Thaksin, Yingluck, digulingkan oleh militer pada 2014.

Tulisan pengikut di plakat terbuat dari kardus seadanya dalam bahasa Inggris dan Thailand juga menunjukkan adanya politisasi dalam perburuan tersebut. "Diktator Thailand berupaya menyerang tempat suci umat Buddha," demikian salah satu tulisan tersebut.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement