Rabu 22 Feb 2017 04:14 WIB

Museum Inggris Latih Arkeolog Irak untuk Pulihkan Museum

Situs Kota Asiria kuno, Nimrud yang terletak di Irak utara, dihancurkan ISIS.
Foto: The Guardian
Situs Kota Asiria kuno, Nimrud yang terletak di Irak utara, dihancurkan ISIS.

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Berdiri di depan dua patung Asiria kuno, delapan arkeolog Irak membahas tidak hanya rumah yang ditinggalkan sejumlah warga namun juga bagaimana menghindari bahan peledak ketika mereka akhirnya kembali bekerja.

Mereka berada di London sebagai bagian dari skema Museum Inggris untuk melengkapi Irak dengan keterampilan digital dan penggalian yang diperlukan untuk menyelamatkan artefak serta membangun kembali situs kuno yang berusaha dihancurkan kelompok ISIS.

Jonathan Tubb, Ketua Skema Darurat Pelatihan Manajemen Warisan Budaya Irak Museum Inggris, mengatakan proyek itu dimulai sebagai upaya untuk melakukan sesuatu yang positif ketika tidak ada yang mungkin dilakukan di lapangan.

"Kami bisa benar-benar mempersiapkan orang-orang... untuk hari ketika situs ini akan dibuka lagi, dibebaskan, dan memastikan bahwa orang-orang ini memiliki semua keahlian yang diperlukan dan peralatan untuk mengatasi kehancuran yang sangat mengerikan," katanya.

Setiap arkeolog menjalani tiga bulan pelatihan teori di Museum Inggris dan tiga bulan lainnya kerja praktek di situs di Tello serta Darband-i Rania di Irak.

Zaid bin Sadallah, seorang arkeolog dari Mosul di Irak bagian utara, melarikan diri dari rumahnya ketika petempur IS menguasai kota itu pada 2014. Sadallah, karyawan Museum Mosul, bersama keluarganya menuju ke kota terdekat, Erbil.

Pada Februari 2015, ia menyaksikan video yang diunggah oleh IS dalam jaringan dengan kengerian. Video itu menampilkan sekelompok orang menyerang artefak di museum -beberapa barang antik dari abad ke-7 SM- menggunakan palu dan bor.

'"Perusakan terjadi di seluruh penjuru kota. Mereka membunuh

orang lebih banyak dan merusak lebih banyak benda antik," kata Sadallah, saat pelatihan di London. "(Sekarang) kami ingin membangun kota kembali, membangun ulang Mosul."

IS menerapkan ajaran Sunni garis keras, yang menilai ajaran Muslim yang lain sebagai bidah. Para petempurnya telah menghancurkan situs keagamaan Syiah dan Sufi serta menyerang gereja dan tempat pemujaan lain yang berada di kawasan Irak dan Suriah yang mereka kuasai.

Teknik Digital

Para arkeolog diajarkan untuk mengenali jebakan saat menggali, serta belajar teknik digital seperti survei geofisika, penginderaan jauh, dan bagaimana menggunakan peralatan multistasiun -peralatan yang membantu pemetaan dan pengukuran.

Sejauh ini, Tubb mengatakan evaluasi dimulai hanya di kota kuno Asiria, Nimrud, situs kuno berusia 3.000 tahun di tepi Sungai Tigris yang dihancurkan petempur IS dan dijarah pada awal 2015.

Situs itu direbut kembali pada November tahun 2016, tak lama setelah operasi ofensif mulai dilancarkan untuk merebut kembali Mosul. Arkeolog lokal yang kembali menemukan ukiran batu yang hancur berserakan di lokasi serta bom yang ditanam di jalan yang menuju ke situs itu.

"Kami terus berhubungan dengan mereka sekarang... Proses

penilaian sekarang sedang dilakukan dan mereka menemukan semua malapetaka itu," kata Tubb.

Saat setiap situs baru direbut kembali oleh tentara Irak, Tubb mengatakan langkah pertama yang perlu dilakukan adalah memotret segala sesuatu yang tersisa. "Melihat setiap fragmen yang Anda dapat temukan. Merekam dan menghitungnya sebelum Anda mengambilnya kembali," katanya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement