Rabu 15 Mar 2017 16:16 WIB

Geert Wilders, Trump Versi Belanda Keturunan Indonesia

Rep: Crystal Liestia Purnama/ Red: Teguh Firmansyah
Geerts Wilders
Foto: AP
Geerts Wilders

REPUBLIKA.CO.ID, AMSTERDAM -- Salah satu kandidat perdana menteri Belanda dari sayap kanan yang juga pemimpin Partai Kebebasan (PVV) Geert Wilders dijuluki sebagai Donald Trump versi Belanda. Betapa tidak, Wilders dan Trump memiliki banyak kesamaan.

Berbagai hal yang membuat dia dimiripkan dengan Trump adalah beberapa tindakan kontroversialnya, sikap anti-Islamnya, hingga potongan rambut bob berwarna pirang yang mirip dengan Presiden Amerika Serikat tersebut. Wilders juga dikenal sering mengungkapkan pernyataan kontroversial di media sosial seperti Trump.

Wilders lahir dari keluarga menengah di kota kecil penganut Katolik Roma, Venlo, di tepi timur Belanda. Ayahnya bekerja di perusahaan percetakan dan ibunya berdarah campuran Belanda-Indonesia.

Bungsu dari empat bersaudara itu memiliki hubungan yang sulit dengan kakaknya Paul Wilders Der Spiegel, yang secara rutin mengkritik politisi itu di Twitter. Ia bahkan dilaporkan tidak berbicara dengan Wilders karena dia membukukan montase foto dari Angela Merkel dengan darah di tangannya menyusul serangan di sebuah perayaan Natal di Berlin tahun lalu.

"Saudara saya tahu bahwa beberapa pendukungnya mengambil pesannya secara harfiah, dan ia menggunakan Facebook untuk menyerukan aksi kekerasan. Geert tidak ingin kekerasan, namun ia menerima konsekuensi potensial dari pesan tersebut," kata Paul Wilders Der Spiegel, seperti dikutip dari Time.

Paul juga menggambarkan saudaranya ketika remaja sebagai hama yang mengerikan, egosentris dan agresif.  Wilders telah berulang kali menghadapi masalah hukum di Belanda, sebuah negara yang memiliki hukum ketat soal cara berbicara bahkan jika dibandingkan dengan Amerika Serikat. Dia diadili pada tahun 2010 karena menghasut kebencian terhadap Muslim. Meskipun akhirnya tuduhan itu dibebaskan.

Pada 2016 tepatnya di bulan Desember, Wilders dinyatakan bersalah karena tuduhan yang sama.  Politisi berusia 53 tahun itu juga telah menyerukan adanya imigrasi Muslim sebagai tsunami.

Ia menyebut Islam sebagai ideologi totaliter. Bahkan partainya memfokuskan terutama pada langkah-langkah anti-Islam, yang meliputi penutupan semua masjid, larangan jilbab di depan umum. Semua itu untuk mencegah pengislamkan Belanda dan agar tidak ada pencari suaka serta imigran lagi dari negara Muslim.

Sekarang sepertinya dia tertinggal dalam jajak pendapat karena apa yang digambarkan sebagai 'efek Trump'. Pollster Peil.nl mengatakan kepada Bloomberg bahwa pemilih Belanda mungkin takut untuk mengikuti kebijakan yang diambil oleh Presiden Trump.

Wilders memiliki kebiasaan aneh, yang tak dilakukan orang pada umumnya. New Statesman melaporkan, dia menolak untuk pergi ke restoran atau bioskop. Dia bahkan hanya melihat istrinya yang kelahiran Hungaria itu, Krisztina, tidak lebih dari dua kali seminggu.

Dia juga tinggal di dalam rumah yang penuh dengan pengamanan. Tindakannya tersebut ingin menunjukkan argumen sentralnya bahwa Islam adalah sebuah bahaya yang pernah hadir.

Baca juga, Ormas Muslim Belanda Kecam Geert Wilders.

Pada 1988, Wilders bergabung dengan partai kanan-tengah Volkspartij voor Vrijheid en Democratie (VVD). Di sana ia menjadi anggota dewan lokal di Utrecht pada 1997 dan asisten pemimpinnya, Frits Bolkestein adalah seorang politisi yang menentang multikulturalisme, imigrasi dan integrasi Uni Eropa.

Pada 2004, ia memulai partainya sendiri yang kemudian berganti nama PVV. Partainya lebih disebut sebagai sekte, karena anggota parlemen dan anggota dewan terlihat hanya sebagai pendukung, dan jarang membuat pernyataan publik, kecuali dia.

Partainya juga tidak menerima subsidi pemerintah. Ia lebih mengandalkan sepenuhnya pada sumbangan dari luar, seperti perusahaan yang berbasis di New York FOL Inc dan organisasi think-tank konservatif Amerika, David Horowitz Freedom Centre.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement