Ahad 19 Mar 2017 13:50 WIB

Ribuan Orang di Inggris Lakukan Unjuk Rasa Tolak Rasisme

Rep: Puti Almas/ Red: Winda Destiana Putri
Bendera Inggris
Bendera Inggris

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Ribuan unjuk rasa terjadi di hampir seluruh wilayah di Inggris, setelah negara itu meninggalkan Uni Eropa atau dikenal dengan istilah British Exit (Brexit) pada Juni 2016 lalu. Hal ini disebut karena peningkatan kasus rasisme yang banyak dirasakan orang-orang di sana.

Pengunjuk rasa menyuarakan kemarahan mereka dengan meningkatnya sentimen anti imigrasi di Inggris. Ribuan aktivis antirasisme menggelar aksi unjuk rasa terbaru di pusat ibu kota London pada Sabtu (18/3) kemarin.

Mereka mengatakan, serangan terhadap warga asing di Inggris banyak terjadi setelah Brexit. Kemudian demonstrasi serupa juga dilakukan di dua negara bagian lainnya yaitu Skotlandia dan Welsh. Di sana, para pengunjuk rasa sekaligus memperingati hari internasional PBB untuk mendukung Penghapusan Diskriminasi Rasial.

Aktivis juga memprotes langkah Pemerintah Inggris yang menolak menjamin hak tinggal warga dari negara-negara Uni Eropa. Kebijakan itu akan diterapkan hingga mereka menerima jaminan timbal balik dari Uni Eropa untuk warga Inggris yang berada di wilayah negara organisasi supranasional tersebut.

Sentimen Uni Eropa berdampak buruk terhadap warga mereka yang menetap di Britania Raya. Despina Karayianni, seorang warga Yunani yang tinggal di London mengatakan bahwa Pemerintah Inggris seolah-olah mengancam Uni Eropa.

Setelah Brexit, ia merasa tidak dapat menjalani kehidupan seperti biasanya. Demikian dengan banyak orang lainnya yang sebenarnya berada di Inggris untuk mencari kehidupan lebih baik.

"Tampaknya Perdana Menteri Inggris Theresa May ingin menakuti warga Uni Eropa yang ada di negaranya untuk tinggal, bekerja, maupun belajar di sini," ujar Karayianni, dilansir Aljazeera, Ahad (19/3). Ia juga menekankan bahwa cara itu tidak akan berhasil membuat mereka pergi dari Inggris. Serangan rasisme juga menyasar warga minoritas dan imigran dari negara-negara Uni Eropa.

Kejahatan kebencian pada 2016 lalu tercatat meningkat hingga 14.295 insiden. Jumlah ini bertambah cukup siginfikan dibandingkan 2015 lalu dengan jumlah 10.793 kasus.

Aktivis Inggris, Tom Corbin, mengatakan, Brexit menjadi alasan sejumlah orang yang memiliki pandangan rasis terhadap imigran melakukan serangan. Mereka yang selama ini hanya diam, kini berani untuk berbicara dan membenarkan sikap kebencian itu.

"Brexit memberi alasan mereka yang berpandangan rasis terhadap imigran  dan ini adalah tanggung jawab politisi kelas atas Inggris atas xenophobia yang semakin meningkat," kata Corbin.

May akan mengumumkan secara resmi keputusan Inggris meninggalkan Uni Eropa pada akhir bulan ini. Ia menerapkan pasal 50 Perjanjian Lisbon untuk menguatkan hasil referendum Brexit.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement