Sabtu 08 Apr 2017 16:46 WIB

Raja Salman Puji Trump Atas Tindakan Terhadap Suriah

Rep: Puti Almas/ Red: Hazliansyah
Tim evakuasi bantuan dari Turki membawa korban serangan senjata kimia yang terjadi di kota Idllib, Suriah
Foto: AP
Tim evakuasi bantuan dari Turki membawa korban serangan senjata kimia yang terjadi di kota Idllib, Suriah

REPUBLIKA.CO.ID, RIYADH -- Raja Arab Saudi Salman bin Abdulaziz memberikan pujian terhadap Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump atas respons yang diberikan terhadap Suriah. Hal ini dinyatakan dalam percakapan kedua pemimpin negara melalui telepon pada Jumat (7/4).

Dikutip dari aawsat, dalam pernyataannya Salman mengucapkan terima kasih kepada Trump atas tindakan yang disebut sebagai langkah 'berani' untuk kepentingan dunia tersebut. Seperti diketahui, pada Kamis (6/4) malam, militer AS meluncurkan serangan rudal jenis tomahawk yang disebut sebagai balasan serangan senjata kimia di Suriah.

Pemerintah Suriah yang dipimpin Presiden Bashar Al-Assad diyakini oleh AS berada di balik serangan tersebut. Senjata kimia diduga diluncurkan melalui udara di Khan Sheikhoun, Provinsi Idlib pada Selasa (4/4) lalu. Sediikitnya 86 orang tewas, termasuk sekitar 20 diantaranya adalah anak-anak.

AS sebelumnya juga mengatakan dapat melakukan tindakan sepihak jika PBB gagal melaksanakan tugas untuk memberi tindakan terhadap Assad. Dalam pernyataan terbaru, pejabat Negeri Paman Sam juga menilai intervensi perlu dilakukan untuk mencegah serangan senjata kimia di masa depan.

Beberapa sekutu AS di Eropa dan Asia juga disebut mendukung langkah AS meluncurkan serangan rudal ke pangkalan udara Suriah. Pemerintah negara adidaya itu juga bersiap melakukan tindakan lebih lanjut lainnya yang dibutuhkan.

Sebelumnya, sebuah penyelidikan yang dilakukan PBB bersama dengan Organisasi Pelarangan Senjata Kimia (OPCW) pada Oktober 2016 menemukan bukti militer Suriah menggunakan bom klorin dalam beberapa kali serangan sepanjang konflik yang terjadi di negara Timur Tengah itu selama hampir enam tahun. Serangan dengan senjata kimia ini diperkirakan terjadi pada 2014 dan 2015 lalu.

Assad kemudian diduga terkait langsung dengan perintah penggunaan senjata kimia. Ia disebut oleh penyellidik internasional bertanggung jawab bersama dengan saudara laki-lakinya karena melakukan salah satu jenis kejahatan perang itu.

Penggunaan senjata kimia dilarang di bawah hukum internasional dan termasuk dalam kategori kejahatan perang. Penyelidikan yang dilakukan saat ini di Suriah tidak memiliki kekuatan hukum.

Suriah juga bukan merupakan anggota dari Pengadilan kriminal Internasional (ICC). Namun, dugaan kejahatan perang dapat dirujuk ke ICC melalui Dewan Keamanan PBB.

Dewan Keamanan PBB saat ini juga tengah melakukan negosiasi untuk membuat resolusi terhadap Suriah, sesuai dengan usulan AS, Prancis, dan Inggris. Ketiga negara meminta agar Assad dan rezim pemerintahannya untuk mengikuti proses penyelidikan dugaan serangan senjata kimia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement