Senin 10 Apr 2017 17:23 WIB

Serangan Trump ke Suriah Dinilai Hanya Gertakan

Rep: Fira Nursya'bani/ Red: Teguh Firmansyah
Presiden Donald Trump (tengah).
Foto: AP
Presiden Donald Trump (tengah).

REPUBLIKA.CO.ID, NEW HAMPSHIRE -- Profesor di University of New Hampshire, Seth Abramson, mengatakan serangan militer Trump hanya sebuah gerakan politik kosong. Ia menambahkan, AS telah mengkomunikasikan serangannya dengan Rusia terlebih dahulu.

“Rusia dan Suriah telah diberi pemberitahuan terlebih dahulu terkait serangan udara, sehingga mereka memindahkan pasukan dan pesawat mereka,” tulisnya di media sosial.

AS melancarkan serangan ke Pangkalan Udara Suriah di Homs pada Jumat lalu. Sebanyak 59 misil penjelajah ditembakkan.  Menurut AS, serangan ini merupakan balasan atas penggunaan senjata kimia oleh rezim Suriah.

Menteri Luar Negeri AS Rex Tillerson mengatakan sikap AS terhadap Suriah tidak akan berubah. Ia menyatakan kekalahan ISIS telah menjadi prioritas utama pemerintah AS.  AS juga berencana memberikan sanksi terhadap Rusia yang selama ini menjadi pendukung Assad.

Inggris mendorong negara-negara yang tergabung dalam G7 untuk bersama-sama menjatuhkan sanksi baru terhadap Rusia.

Sanksi dapat dijatuhkan jika Presiden Rusia Vladimir Putin tidak memutuskan hubungan dengan Presiden Suriah Bashar al-Assad di tengah konflik yang sedang berlangsung di Suriah.

Menteri Luar Negeri Inggris Boris Johnson ingin sanksi sangat keras dapat diberikan kepada Rusia. Sebuah proposal sanksi telah disiapkan untuk pertemuan G7 di Italia pada Senin (10/4).

"Prioritas pembicaraan dengan rekan-rekan G7 adalah mengenai Suriah dan Rusia yang mendukung Assad," ujar Johnson, yang juga mengatakan ia telah membatalkan perjalanan ke Moskow.

Kepada the Sun, ia juga mengatakan Presiden AS Donald Trump telah menyampaikan pesan yang jelas dan krusial bahwa AS bisa melakukan serangan lagi.

Baca juga,  AS Serang Suriah, 59 Misil Ditembakkan.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement