Rabu 12 Apr 2017 20:04 WIB

Ketegangan Warnai Pertemuan Menlu Rusia dan AS

Rep: Puti Almas/ Red: Ani Nursalikah
Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov (kanan) dan Menlu AS Rex Tillerson berjabat tangan sebelum berbicara mengenai serangan AS di Suriah, di Moskow, Rusia, 12 April 2017.
Foto: AP Photo/Ivan Sekretarev
Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov (kanan) dan Menlu AS Rex Tillerson berjabat tangan sebelum berbicara mengenai serangan AS di Suriah, di Moskow, Rusia, 12 April 2017.

REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov mengatakan Amerika Serikat (AS) telah melakukan pelanggaran hukum internasional di Suriah. Hal itu ia sampaikan dalam pembukaan kunjungan Menteri Luar Negeri AS Rex Tillerson di Ibu Kota Moskow, Rabu (12/4).

Menurut Lavrov, Rusia memiliki banyak pernyataan terhadap sikap ambigu Pemerintah AS. Ia mengatakan sangat penting bagi Moskow memahami apa yang diinginkan dalam kepemimpinan Donald Trump.

"Kami melihat tindakan yang sangat mengkhawatirkan dari AS baru-baru ini di Suriah dan menganggap sangat penting mencegahnya kembali terjadi di kemudian hari," ujar Lavrov, dilansir The Telegraph, Rabu (12/4).

Rusia mengecam tindakan sepihak yang dilakukan AS atas dugaan serangan senjata kimia di Suriah. AS meluncurkan setidaknya 59 rudal tomahawk ke pangkalan udara pasukan Suriah.

Dalam sebuah pernyataan beberapa waktu lalu, Rusia juga mengatakan AS telah melanggar ketentuan hukum internasional dengan melakukan tindakan agresi terhadap negara berdaulat, yang belum dibuktikan secara nyata kesalahannya. Sejak itu juga, Rusia menyatakan kepercayaan terhadap AS kembali berkurang.

Baca: Rusia Sebut Retorika AS Terkait Suriah Primitif dan Jelek

Kementerian Pertahanan negara itu telah menjelaskan yang terjadi adalah diluncurkannya serangan udara untuk menargetkan gudang atau laboratorium, tempat dibuatnya senjata kimia oleh kelompok oposisi serta militan di Provinsi Idlib. Bahkan, dari tempat itu, senjata kimia yang diproduksi juga didistribusikan kepada kelompok militan di Irak.

Dari pertemuan dengan Tillerson, hubungan Rusia dan AS disebut menggambarkan kembali kerenggangan dua negara yang juga pernah bermusuhan selama era Perang Dingin. Pada awal pemerintahan Trump, hubungan masing-masing negara diharapkan menjadi lebih baik.

Sikap itu juga pernah ditunjukkan oleh Trump yang memberi pujian kepada Presiden Rusia Vladimir Putin. Kedua pemimpin negara bahkan kemudian sepakat bekerja sama dalam menanggulangi kelompok-kelompok terorisme, seperti Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS).

Namun, sikap Trump berubah setelah dugaan serangan senjata kimia terjadi kembali di Suriah. Serangan yang diduga menggunakan senjata kimia di Suriah kali ini terjadi di salah satu kota yang dikuasai oleh oposisi negara itu, Khan Sheikhoun, Provinsi Idlib.

Meski demikian, di tengah ketegangan dalam pertemuan antara Lavrov dan Tillerson, kedua menteri sepakat tetap membuka jalur komunikasi sebesar-besarnya. Baik Rusia maupun AS menekankan kedua negara harus memahami perbedaan dalam berbagai hal.

"AS dan Rusia memiliki perbedaan yang sangat tajam dan kami berusaha lebih memahami sehingga hal ini dapat diatasi, serta komunikasi antara kami juga selalu terbuka," kata Tillerson.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement