Senin 24 Apr 2017 08:23 WIB

Macron Sampaikan Pidato Kemenangan di Pilpres Prancis Putaran I

Rep: Fira Nursya'bani/ Red: Nur Aini
Emmanuel Macron
Foto: independent
Emmanuel Macron

REPUBLIKA.CO.ID, PARIS -- Emmanuel Macron mengatakan kepada pendukungnya di Paris, dia akan menjadi Presiden bagi seluruh lapisan masyarakat Prancis. Hal itu diungkapkannya setelah ia memenangkan pemilu putaran pertama dan mendapat kesempatan besar untuk menjadi presiden Prancis berikutnya.

Dalam sebuah pertemuan publik di Porte de Versailles, bersama istrinya Brigitte, ia menyatakan keunggulannya di atas Marine Le Pen pada pemilihan Ahad (23/4) kemarin. Macron menyampaikan sebuah pidato yang terdengar seperti dia telah memenangkan pemilu sepenuhnya.

"Tantangannya adalah membuka halaman baru dalam kehidupan politik kita dan dalam mengambil tindakan, sehingga setiap orang dapat menemukan tempatnya di Prancis dan di Eropa," kata dia kepada para pendukungnya, yang menyambutnya dengan nyanyian "Macron Président."

"Saya ingin menjadi presiden bagi semua rakyat Prancis, bagi para patriot yang menghadapi ancaman nasionalisme," kata Macron, dikutip The Guardian.

Macron yang masih berusia 39 tahun, adalah kandidat termuda yang mendapat kesempatan untuk mencalonkan diri sebagai presiden Prancis. Suaranya meningkat meskipun ia belum pernah mencalonkan dalam pemilihan apapun sebelumnya.

Dia menyebut dirinya sendiri sebagai seorang progressive maverick, tidak di sayap kiri atau kanan, liberal secara ekonomi, pro-bisnis, tetapi kurang unggul dalam masalah sosial. Dia tidak mendapat dukungan dari partai politik tradisional, tidak memiliki konstituensi atau basis pemilih yang kuat, dan tidak diketahui publik sama sekali dalam empat tahun terakhir.

Para kritikus mengatakan, pencalonan Macron adalah sebuah kontradiksi. Macron merupakan seorang anggota elite tingkat atas, yang bersahabat dengan para pemimpin bisnis, tetapi bersumpah untuk melawan sistem tersebut. Macron ingin selalu tersenyum dan bersikap optimis, serta menawarkan apa yang dia sebut harapan dan keberanian dalam menghadapi kemunduran diri. Namun ia berada di negara paling pesimis di dunia, yang penduduknya lelah menghadapi pengangguran massal dan serangan teror selama puluhan tahun.

Dia memperjuangkan globalisasi pasar bebas, kesepakatan perdagangan internasional, dan juga memperjuangkan Uni Eropa di saat ketakutan akan masa depan muncul karena proteksionisme dan Euroscepticisme mulai menguat. Dia menjanjikan akuntabilitas demokratis yang lebih baik, tapi dia akan menghabiskan musim panas pertamanya untuk mendorong reformasi ketenagakerjaan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement