Selasa 25 Apr 2017 04:16 WIB

Presiden Filipina Dituntut ke Pengadilan Internasional

Rep: Hasanul Rizqa/ Red: Nidia Zuraya
Presiden Filipina Rodrigo Duterte.
Foto: Wu Hong/Pool Photo via AP
Presiden Filipina Rodrigo Duterte.

REPUBLIKA.CO.ID, MANILA – Jude Sabio, seorang pakar hukum Filipina, mengaku siap melayangkan gugatan kepada Mahkamah Pidana Internasional (ICC) terkait Presiden Filipina Rodrigo Duterte dan kabinetnya. Orang nomor satu di Filipina itu ditudingnya bersalah terkait dugaan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) dalam perang nasional anti-peredaran narkoba.

Seperti dilansir Reuters, Senin (24/4), Sabio bahkan telah menyiapkan dokumen setebal 77 halaman untuk meyakinkan adanya bukti-bukti kesalahan Duterte. Saat ini, Sabio bekerja sebagai kuasa hukum untuk Edgar Matobato.

Matobato sebelumnya telah menghadap Senat Filipina dan mengakui perannya sebagai penembak jitu yang bertugas berdasarkan komando Duterte. Sasarannya adalah sejumlah warga Filipina yang diduga terkait jaringan peredaran narkoba.

Selain Matobato, ada pula testimoni dari mantan petugas kepolisian Filipina, Arturo Lascanas. Sejauh ini, pihak Sabio menyebutkan, Presiden Duterte dan 11 orang pejabat senior pemerintah terlibat dalam upaya sistematis pembunuhan atas warga sipil di luar hukum. Pihaknya juga mengimbau investigasi agar segera dilakukan.

“Kami baru bisa mengonfirmasi bahwa komunikasi sudah terjalin. Tapi, kami akan menganalisis terlebih dahulu, tepatnya. Segera setelah keputusan ada, kami kabarkan lebih lanjut kepada para pengirim (berkas) dan alasan-alasannya keputusan kami itu,” demikian kutipan keterangan dari Kantor Kejaksaan ICC.

Terpisah, juru bicara Duterte, Abella, menyebut langkah menyeret Presiden Filipina ke mahkamah internasional sebagai upaya sinisme. “Tujuan membawa kasus ini ke ICC jelas-jelas (untuk) mempermalukan presiden,” kata Abella.

Diketahui, hampir sembilan ribu orang tewas semenjak Duterte naik ke tampuk kepemimpinan Filipina. Pihak kepolisian mengklaim, sebanyak tiga ribu kasus kematian di antaranya terkait upaya menegakkan hukum.

Namun, kelompok-kelompok aktivis HAM menuding adanya kekerasan negara atas masyarakat sipil dengan dalih pemberantasan narkoba.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement