Kamis 27 Apr 2017 09:09 WIB

AS Ingin Bawa Korut Kembali ke Jalur Dialog

Rep: Kamran Dikrama/ Red: Bilal Ramadhan
Anggota pasukan Tani bersenjata ikut dalam latihan militer yang dipimpin langsung oleh Presiden Korea Utara Kim Jong Un
Foto: KCNA (NORTH KOREA)/Reuters
Anggota pasukan Tani bersenjata ikut dalam latihan militer yang dipimpin langsung oleh Presiden Korea Utara Kim Jong Un

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Amerika Serikat (AS) ingin membawa Korea Utara (Korut) ke jalur dialog untuk membahas program nuklirnya. Kendati sempat saling ancam, AS memutuskan untuk menggunakan tindakan diplomatik dan mengenakan sanksi tambahan terhadap Korut.

Keinginan tersebut muncul setelah Presiden AS Donald Trump menggelar pertemuan luar biasa dengan seluruh anggota senat dan pejabat pemerintah lainnya pada Rabu (26/4). Dalam pertemuan tersebut hadir pula Menteri Luar Negeri Rex Tillerson, Kepala Pentagon Jim Mattis, dab Direktur Intelijen Nasional Dan Coats.

Setelah menggelar pertemuan, dalam sebuah pernyataan resmi, AS menyatakan akan mengendurkan retorika militer dan mendesak masyarakat internasional untuk turut andil menemukan solusi terhadap pengembangan senjata nuklir Korut.

"Kami melibatkan anggota masyarakat internasional yang bertanggung jawab untuk meningkatkan tekanan pada Korut guna meyakinkan rezim tersebut untuk mengurangi dan kembali ke jalur dialog," kata pernyataan resmi tersebut, seperti dilaporkan laman Aljazirah, Kamis (27/4).

Sebelumnya, dalam dua pekan terakhir, Trump telah memerintahkan kapal perang AS, termasuk kapal induk dan kapal selam, ke Semenanjung Korea. Hal itu dilakukan untuk mengantisipasi Korut kembali melakukan uji coba rudal nuklirnya.

Korut sendiri tak tinggal diam. Pada Selasa (25/4) lalu, Korut menggelar latihan artileri terbesar. Latihan tersebut disaksikan dan dipantau langsung oleh Kim Jong-un. Ketegangan kian meningkat ketika Korea Selatan (Korsel), yang notabene sekutu AS, mulai memasang bagian penting dari sistem pertahanan rudal AS.

Hal ini sempat menimbulkan kekhawatiran Cina dan Rusia. Keduanya menilai sistem pertahanan rudal itu menimbulkan ancaman dan ketidakamanan baru. Namun AS mengatakan sistem tersebut hanya digunakan untuk menghadapi rudal Korut.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement