Rabu 17 May 2017 12:57 WIB

Israel Pikir Ulang Sebelum Berbagi Informasi Intelijen dengan AS

Rep: Crystal Liestia Purnama/ Red: Ani Nursalikah
President AS Donald Trump (tengah) berbicara dengan Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov (kiri) dan Duta Besar Rusia Sergey Kislyak di Gedung Putih, 10 Mei 2017.
Foto: Russian Foreign Ministry/EPA
President AS Donald Trump (tengah) berbicara dengan Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov (kiri) dan Duta Besar Rusia Sergey Kislyak di Gedung Putih, 10 Mei 2017.

REPUBLIKA.CO.ID, YERUSALEM -- Laporan yang menyatakan Israel merupakan sumber informasi sangat rahasia yang dibagi Presiden Amerika Serikat Donald Trump kepada pejabat Rusia pekan lalu membuat intelijen Israel keringat dingin. Seorang perwira intelijen Israel mengaku intelijen Israel menangani masalah ini dengan serius.

Perwira intelijen yang enggan disebutkan identitasnya karena tidak berwenang berbicara di depan umum mengatakan  pada lalu Israel sudah diperingatkan agar berhati-hati dalam berbagi informasi dengan staf Trump. Sekarang peringatan tersebut menjadi kenyataan.

Pada Januari lalu pemerintahan Obama memperingatkan intelijen Israel staf keamanan nasional Trump tidak berpengalaman sehingga mereka harus berhati-hati. Selama ini layanan intelijen Israel selalu dibangga-banggakan karena dikenal memiliki jaringan sumber dan pengumpulan informasi teknis ekstensif di seluruh Timur Tengah. Biasanya mereka secara teratur berbagi informasi rinci dengan AS, sekutu terdekatnya.

Pensiunan brigadir jenderal dan mantan perwira intelijen Pasukan Pertahanan Israel Michael Herzog menyebutkan insiden yang terjadai pekan lalu itu kemungkinan akan mengarahkan pada beberapa penyesuaian terhadap kualitas intelijen yang dimiliki oleh Israel dan negara-negaraa lain di masa yang akan datang. Menurutnya, insiden itu dapat merusak kepercayaan dan kolaborasi yang berkelanjutan antara AS dan sekutu-sekutunya. 

Baca: Trump Klaim Berhak Berbagi Informasi Rahasia dengan Rusia

“Negara ini akan berpikir dua kali sebelum berbagi informasi sensitif setelah insiden seperti itu,” katanya, dikutip USA Today, Rabu (17/5). “Hari ini ada kabar dari orang-orang Eropa mereka akan berpikir dengan hati-hati sebelum berbagi informasi yang sulit. Saya tidak ingin melebih-lebihkan hal ini, tapi ini nyata,” ujarnya.

The New York Times melaporkan pada Selasa (16/5) Trump memberikan informasi rahasia dari Israel tentang plot ISIS, dalam sebuah forum yang dihadiri Trump, Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov dan duta besar Rusia Sergey Kislyal di Gedung Putih. “Intelijen merujuk pada terorisme dan keselamatan penerbangan ISIS yang dapat mempengaruhi AS dan Rusia,” tulis Trump di akun Twittiernya, Selasa (16/5).

“Sebagai presiden saya ingin berbagi dengan Rusia (pada pertemuan W H (Gedung Putih) yang dijadwalkan terbuka), yang saya punya hak mutlak untuk melakukannya, fakta-fakta yang berkaitan dengan terorisme dan keselamatan penerbangan. Alasan kemanusiaan, ditambah lagi saya ingin Rusia meningkatkan perjuangan melawan ISIS dan terorisme,” ujar Trump melalui akun Twitter pribadinya @realDonaldTrump pada Selasa (16/5). 

Setelah insiden itu, seorang pejabat intelijen senior Eropa mengatakan kepada Associated Press negaranya mungkin akan berhenti berbagi informasi dengan AS. Pembagian (informasi) tersebut dapat memunculkan risiko sumber-sumber intelijen. Ia meminta kepada AP agar tidak menyebutkan identitas diri dan negaranya, karena dia tidak berwenang untuk membahas masalah ini secara terbuka.

“Ini adalah peraturan yang sudah lama dipegang di antara badan intelijen ketika Anda menerima informasi intelijen dari sekutu, Anda tidak dapat memberikannya kepada pihak ketiga tanpa izin eksplisit dari informan pertama,” kata Herzog menjelaskan. “pengungkapan itu bisa melukaai sumber dan kemampuan untuk mengumpulkan informasi mengenai perencanaan kemungkinan serangan tersebut.”

Herzog melanjutkan, dalam kasus terburuk, seseorang yang merencanakan serangan dapat menjadi sadar rencananya telah ditemukan. Dan ia dapat mengubah rencana dan melakukannya dengan cara lain. Dalam kasus tersebut kesempatan mencegah serangan teror dapat sangat terganggu.

Hal lain yang menjadi sorotan Israel bahwa Rusia bisa saja menyampaikan informasi tersebut kepada kolaboratornya di Suriah dan Iran. Di mana keduanya merupakan musuh Israel di wilayah tersebut.

Akan tetapi direktur eksekutif Institut Gildenhorn untuk Studi Israel di Universitas Maryland Paul Scham menyebutkan Israel dan Rusia telah berbagi informasi tentang Suriah. Sehingga risiko apapun yang mungkin terjadi bisa kecil. “Rusia dan Israel  berbagi kode pesawat terbang, jadi mereka tidak menembak satu sam a lain ke bawah. Rusia mungkin tidak ingin membahayakan hubungannya dengan Israel, karena keduanya memiliki semacam pemahaman yang tampaknya telah berjalan dengan baik,” kata Scham.

sumber : AP
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement