Selasa 31 Jan 2017 09:16 WIB

Ini Kepala Negara yang tak Mengecam Pembatasan Muslim AS

Aksi unjuk rasa memprotes kebijakan Presiden AS Donald Trump yang melarang masuk imigran Muslim.
Foto: EPA/Tracie Van Auken
Aksi unjuk rasa memprotes kebijakan Presiden AS Donald Trump yang melarang masuk imigran Muslim.

REPUBLIKA.CO.ID, Sejak Presiden AS Donald Trump menandatangani perintah eksekutif melarang warga tujuh negara mayoritas Muslim memasuki AS akhir pekan lalu, sejumlah pemimpin dunia menyampaikan kecaman. Di antaranya dari Kanada, Jerman, Prancis, Iran, Irak, dan Luxemburg. Mereka menilai, langkah Trump tak manusiawi mengingat para imigran dan pengungsi pergi dari negara masing-masing untuk menghindari perang. Sebagian juga menilai kebijakan itu diskriminatif karena terkesan hanya menyasar Muslim. Pelarangan Muslim dan imigran tersebut juga diapandang bisa memicu ekstremisme dan kebencian terhadap negara-negara barat. Meski begitu, tak seluruhnya ikut rombongan yang mengecam. Sebagian kepala negara lainnya tidak, atau setidaknya belum, ikut mengecam. Berikut di antaranya.

Perdana Menteri Israel Benyamin Netanyahu

“Presiden Trump benar. Saya juga akan membangun tembok di perbatasan selatan Israel dan menghentikan imigran ilegal. Keberhasilan besar. Ide yang baik,” tulis cuit Netanyahu melalui akun Twitter-nya selepas Trump menandatangani perintah. Trump sebelumnya berulang kali menyatakan dukungan terhadap Israel dan mendorong pemindahan Kedubes AS untuk Israel ke Yerusalem sebagai pengakuan bahwa kota itu milik Israel semata alih-alih mesti dibagi dengan Palestina.

Presiden Rusia Vladimir Putin

“Itu bukan rusan kami,” kata Dmitry Peskov, juru bicara Putin kepada awak media di Rusia pada Senin (30/1). Vladimir Putin dalam catatan Republika.co.id kerap melayangkan dukungan kepada Trump sepanjang kampanye Pilpres AS 2016. CIA, badan intelijen pusat AS, bahkan menemukan bahwa Putin terindikasi mengerahkan pasukan siber untuk membantu memenangkan Trump dalam pilpres tersebut.

Raja Arab Saudi Salman bin Abdulaziz Al Saud

Raja Salman dan Trump bertemu pada Senin (30/1). Mereka menyepakati pemberlakuan zona aman di Suriah dan Yaman. Keterangan pers dari kedua pihak menyebutkan bahwa Raja Salman tak menyinggung sama sekali soal pembatasan Muslim yang diberlakukan Trump. Meski jadi negara asal sejumlah pelaku terorisme di AS termasuk serangan WTC pada 2001, Arab Saudi tak termasuk negara yang warganya dilarang ke AS. Trump juga diketahui memiliki sejumlah perusahaan yang beroperasi di Arab Saudi.

Perdana Menteri Inggris Theresa May

“Amerika Serikat punya tanggung jawab atas kebijakan mereka sendiri,” kata PM Inggris saat didesak wartawan soal posisinya terkait kebijakan pembatasan Muslim oleh Trump, akhir pekan lalu. Kendati demikian, menyusul protes atas pernyataan itu, juru bicaranya menyatakan bahwa Inggris tak setuju dengan pembatasan dan tak akan mengambil langkah serupa. Theresa May naik tampuk selepas kemenangan pendukung Britania Raya keluar dari Uni Eropa dalam referendum tahun lalu. Salah satu alasan para pendukung langkah itu adalah kekhawatiran soal banjir imigran dari Timur Tengah di Eropa.

Presiden Indonesia Joko Widodo

"Kita tidak terkena dampak dari kebijakan itu kenapa ditanyakan, kita kan tidak terkena dampak dari kebijakan itu," kata Presiden di Boyolali, Jawa Tengah, pada Senin (30/1) soal pembatasan Muslim oleh Trump. "Wong tidak terkena dampak kok keresahan? Bagaimana sih? Wong yang terkena hanya berapa, hanya tujuh negara," kata Jokowi melanjutkan sembari menegaskan bahwa konstitusi Indonesia menjamin kesetaraan dan keadilan. Terlepas dari komentar Presiden, Menlu RI Retno Marsudi sebelumnya menyatakan bahwa Indonesia sangat menyayangkan kebijakan pembatasan Muslim oleh Trump. Sebelumnya, Menko bidang Kemaritiman Luhut B Pandjaitan sempat memuji Trump dan meyakini hubungan AS-Indonesia akan kian baik di bawah administrasinya dalam tulisan di media Singapura, the Straits Times. Perusahaan milik Trump juga diketahui berencana membangun proyek wisata di Bogor dan telah menginvestasikan sedikitnya 1 miliar dolar AS di Bali. n

 

sumber : reuters/ap/antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement