Rabu 24 May 2017 12:33 WIB

PBB Susun Perjanjian Global Larangan Senjata Nuklir

Rep: Crystal Liestia Purnama/ Red: Bilal Ramadhan
Fusi Nuklir (ilustrasi)
Foto: VOA
Fusi Nuklir (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Panel pelucutan senjata PBB mempresentasikan draf pertamanya dari usulan perjanjian global untuk melarang senjata nuklir pada Senin (22/5) waktu setempat. Usulan ini membutuhkan cukup pendukung agar teks akhirnya bisa diselesaikan sesuai jadwal, yaitu pada awal Juli.

Beberapa negara yang memiliki kekuatan nuklir seperti Amerika Serikat memboikot kesepakatan tersebut. AS menyebut perjanjian itu terlalu naif dan tidak akan terjangkau. Terutama saat Korea Utara mengancam akan meluncurkan rudal bersenjata nuklir ke musuh-musuhnya.

Namun, argumen lama AS yang memboikot kesepakatan tersebut telah gagal menghentikan momentum dalam negosiasi. Argumennya, menurut AS, cara terbaik untuk mencegah agar senjata nuklir tidak digunakan adalah menahan kemampuan untuk melakukan balas dendam dalam bentuk apa pun.

Negosiasi putaran pertama diadakan pada Maret dan upaya itu didukung oleh 120 negara. Para pendukung perjanjian berpendapat jika banyak negara yang meratifikasi perjanjian tersebut maka akan ada tekanan koersif politik dan moral. Dan pada akhirnya akan meyakinkan perselisihan untuk dipertimbangkan kembali.

Strategi serupa juga dilakukan dalam negosiasi pada perjanjian global yang melarang senjata sembarangan lainnya. Termasuk senjata kimia, bom curah, dan ranjau darat. Sementara, dalam naskah perjanjian larangan nuklir tersebut dituliskan bahwa semua negara yang menandatangani perjanjian dilarang untuk menggunakan senjata nuklir.

Selain itu, juga dilarang untuk mengembangkan, memproduksi, memperoleh, memiliki, atau menimbun senjata nuklir atau peledak nuklir lainnya. Mereka juga harus berjanji untuk tidak pernah melakukan ledakan senjata nuklir atau ledakan nuklir lainnya.

Namun, yang kurang jelas dari teks perjanjian tersebut adalah bagaimana negara-negara bersenjata nuklir yang melepaskan senjata tersebut dapat bergabung dalam perjanjian itu dan dalam kondisi seperti apa.

Sedangkan, klausul dalam teks perjanjian tersebut menetapkan bahwa perjanjian itu dimaksudkan untuk memperkuat dan tidak menggantikan perjanjian yang ada. Yaitu untuk menghentikan penyebaran dan pengujian senjata nuklir.

Dalam pembukaan draf itu ditetapkan Perjanjian Non-Proliferasi Senjata Nuklir akan tetap menjadi landasan penting dalam pelaksanaan pelucutan senjata nullir. Perjanjian Non-Proliferasi adalah kesepakatan penting yang mulai berlaku pada tahun 1970.

Draf perjanjian itu akan direvisi pada negosiasi selama tiga pekan di PBB yang dijadwalkan pada pertengahan Juni. Kelompok pendukung mengaku eksistensi dalam draf tersebut cukup signifikan.

"Klausul rancangannya kuat dan pasti melarang senjata nuklir," kata Direktur Eksekutif Kampanye Internasional untuk Menghapuskan Senjata Nuklir Beatrice Fihn, dalam pernyataan yang dikutip Telegraph, Selasa (23/5).

Mereka menyebut draf perjanjian itu akan menjadi tonggak penting dalam upaya bertahun-tahun untuk melarang senjata pemusnahan massal sembarangan. Ini juga sebagai langkah penting menuju penghapusan akhirnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement