Kamis 13 Jul 2017 23:50 WIB

Sudan Lanjutkan Kerja Sama dengan AS Kendati ada Sanksi

Peta wilayah Sudan.
Foto: africa-confidential.com
Peta wilayah Sudan.

REPUBLIKA.CO.ID, KHARTOUM -- Sudan akan melanjutkan kerja sama dengan Amerika Serikat, termasuk mengenai pertukaran informasi intelejen, bahkan setelah tugas sebuah komite yang dibentuk untuk merundingkan pencabutan sanksi-sanksi AS, Menteri Luar Negeri Ibrahim Ghandour pada Kamis (13/7).

Presiden Omar al-Bashir pada Rabu membekukan tugas komite itu, yang dibentuk bersama AS, setelah Washington menunda sebuah keputusan selama tiga bulan mengenai apakah mencabut sanksi-sanksi terhadap Sudan. Sanksi-sanksi tersebut diberlakukan sebagian karena alasan hak-hak asasi manusia.

"Kami melanjutkan untuk bekerja sama dengan Amerika Serikat di tingkat bilateral antara institusi-institusi kami, misalnya, antara dinas intelejen atau kementerian luar negeri," kata Menlu Ghandour kepada wartawan.

Mantan Presiden AS Barack Obama mengumumkan pencabutan sanksi-sanksi yang telah diberlakukan selama 20 tahun pada Januari, satu langkah yang akan menangguhkan embargo perdagangan, mencairkan aset dan mencabut hukuman finansial yang telah mengganggu ekonomi Sudan.

Tetapi implementasi langkah itu ditangguhkan selama enam bulan guna memberikan waktu lebih banyak bagi Sudan untuk membuat kemajuan atas lima tuntutan yang diajukan. Tuntutan tersebut mencakup menyelesaikan konflik militer internal di kawasan-kawasan seperti Darfur yang dilanda perang, bekerja sama dalam bidang kontra terorisme dan memperbaiki akses ke bantuan kemanusiaan.

Perpanjang gencatan senjata

Sudan akan memperpanjang gencatan senjata sepihak dengan para pemberontak hingga akhir Oktober, sebuah dekrit dikeluarkan oleh Presiden Omar Hassan al Bashir pada Minggu (2/7), dua minggu sebelum Amerika Serikat berencana mencabut embargo perdagangan yang telah berlangsung selama 20 tahun terhadap Sudan.

AS mengatakan pada 13 Januari lalu bahwa mereka akan mencabut embargo, namun menunggu terlebih dahulu selama 180 hari sebelum melakukannya, untuk melihat sikap Sudan apakah bertindak lebih jauh untuk memperbaiki catatan pelanggaran hak asasi manusia dan menyelesaikan masalah politik serta konflik militer, termasuk di daerah perang seperti Darfur.

Pada 15 Januari, Bashir memperpanjang gencatan senjata - yang telah berjalan sejak Oktober 2016 - selama enam bulan sebagai tanggapan atas langkah AS. AS mengatakan bahwa keputusan itu akan mencairkan aset-aset Sudan dan mencabut sanksi keuangan, sebagai tanggapan terhadap kerjasama Khartoum dalam memerangi kelompok ISIS dan kelompok petempur lainnya.

Pertarungan antara tentara dan pemberontak di Kordofan serta wilayah Nil Biru pecah pada 2011, saat Sudan Selatan menyatakan kemerdekaan. Konflik di Darfur dimulai pada 2003 ketika sebagian besar suku-suku non-Arab mengangkat senjata melawan pemerintah Sudan pimpinan suku Arab.

Sudan sebelumnya mengumumkan gencatan senjata jangka pendek terhadap daerah tersebut pada Juni dan Oktober 2016, setelah pertempuran mereda di wilayah Nil Biru selatan dan Kordofan namun pertempuran terus berlanjut di Darfur.

Masalah perekonomian Sudan telah terbentuk sejak selatan memisahkan diri pada 2011, merebut tiga perempat produksi minyak, sumber utama pemasukan mata uang asing dan pendapatan pemerintah.

sumber : Antara/Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement