Ahad 16 Jul 2017 03:58 WIB

Muslim Rohingya Buka Suara pada Media Soal Kekerasan Tentara

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Israr Itah
Anak-anak Rohingya di depan kamp-kamp pengungsian di Rakhine
Foto: PKPU
Anak-anak Rohingya di depan kamp-kamp pengungsian di Rakhine

REPUBLIKA.CO.ID, MYANMAR -- Kekerasan terhadap Muslim Rohingya makin sulit ditutupi oleh pemerintah Myanmar. Sebab para korban ini akhirnya berani buka suara kepada media internasional.

Wanita Muslim Rohingya berbaris untuk memberitahu wartawan tentang suami, ibu dan anak yang hilang pada Sabtu (15/7) saat media internasional untuk pertama kalinya datang ke sebuah desa di negara bagian Rakhine di Myanmar utara. Wilayah ini terkena dampak kekerasan sejak Oktober.

"Anak saya bukan teroris. Dia ditangkap saat bertani," kata seorang ibu muda, Sarbeda, dikutip Reuters.

Sementara, beberapa wanita lain juga mengatakan hal serupa kepada sejumlah wartawan. Bahwa suami mereka telah ditangkap dengan alasan yang tidak benar.

Adapun dari hasil penyelidikan PBB yang mewawancarai para pengungsi, menyatakan bahwa pemerkosaan, penyiksaan, pembakaran dan pembunuhan oleh pasukan keamanan dalam operasi tersebut kemungkinan merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan. 

Namun, pemerintah Myanmar yang dipimpin oleh peraih Nobel Aung San Suu Kyi, secara tegas menolak sebagian besar yang dilaporkan masyarakat muslim Rohingya tersebut. Dia pun menghalangi masuknya misi pencari fakta PBB yang bertugas untuk menyelidiki tuduhan tersebut. 

Pemerintah juga dikabarkan telah menahan wartawan independen dan pemantau hak asasi manusia di luar wilayah tersebut selama sembilan bulan terakhir. Pekan ini, Kementerian Informasi mengantar lebih dari selusin wartawan asing dan lokal yang mewakili media internasional, termasuk Reuters, ke daerah di bawah penjaga petugas dari polisi penjaga perbatasan paramiliter. 

Reuters melaporkan pada Maret, ada 13 anak laki-laki di bawah usia 18 tahun ditahan selama operasi keamanan. Mereka termasuk dalam daftar 423 orang yang dituntut di bawah undang-undang yang melanggar hukum, yang melarang bergabung atau membantu kelompok pemberontak.

Sedikitnya 32 orang dari desa Kyar Gaung Taung telah ditangkap dan 10 orang terbunuh, kata seorang guru desa, yang meminta tidak disebutkan namanya karena takut akan pembalasan. Dia memperkirakan bahwa setengah dari 6.000 penduduk desa telah melarikan diri selama operasi pembersihan. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement