Senin 17 Jul 2017 16:06 WIB

Qatar akan Dikeluarkan dari Dewan Kerja Sama Teluk

Rep: Puti Almas/ Red: Nur Aini
Kota Doha, Qatar.
Foto: EPA
Kota Doha, Qatar.

REPUBLIKA.CO.ID, ABU DHABI -- Menteri Luar Negeri Uni Emirat Arab (UEA) Anwar Gargash memberi peringatan kepada Qatar bahwa negara itu tidak dapat menjadi bagian dari organisasi regional Timur Tengah, yang dikenal sebagai Dewan Kerja Sama Teluk (GCC). Menurutnya, hal ini tidak lagi dapat diteruskan, karena tujuan utama dari organisasi tersebut adalah untuk memperkuat keamanan dan memajukan kepentingan bersama.

GCC menjadi organisasi kerja sama politik dan ekonomi dari enam negara Teluk Arab, yaitu Qatar, Bahrain, Kuwait, Oman, Arab Saudi, dan UEA. Pertama kalinya, aliansi ini dibentuk pada Mei 1981 yang juga bertujuan untuk menciptakan kesejahteraan sosial.

"Anda tidak dapat menjadi bagian dari organisasi regional yang berdedikasi memperkuat keamanan dan memajukan kepentingan bersama. Tapi Anda bersamaan justru merusak dan merugikan itu," ujar Gargash, dilansir The Guardian, Senin (17/7).

Namun, krisis antarnegara-negara Teluk Arab terjadi dengan keputusan Arab Saudi, Mesir, Bahrain, dan UEA untuk tidak lagi memiliki hubungan diplomatik dengan Qatar pada 5 Juni lalu. Langkah ini kemudian diikuti oleh tiga negara lain, yaitu Yaman,  Maladewa, dan Libya Timur.

Qatar dituding telah mendukung kelompok teroris, termasuk Ikhwanul Muslimin. Negara itu disebut juga mendanai, merangkul terorisme, ektremisme, serta organisasi sektarian yang dianggap berbahaya untuk keamanan nasional masing-masing tersebut, serta seluruh wilayah di Timur Tengah.

Dengan keputusan pemutusan hubungan diplomatik, Arab Saudi saat ini telah menutup perbatasan antara negara itu dan Qatar. Jalur transportasi melalui darat, laut dan udara juga seluruhnya diblokade.

Menurut Gargash, tindakan anti-Qatar yang berlangsung selama enam pekan terakhir bekerja secara cukup efektif. Salah satunya adalah dengan keputusan Qatar untuk menandatangani nota kesepahaman dengan Amerika Serikat (AS) atau disebut sebagai pakta kontra terorisme, tepatnya pada 11 Juli lalu.

Meski demikian, negara-negara Teluk Arab itu menganggap bahwa langkah tersebut belum cukup untuk menghilangkan kekhawatiran mereka seluruhnya. Mereka meyakini bahwa Qatar masih memiliki jaringan pendanaan terhadap sebuah kelompok teroris yang diketahui adalah Kelompok Pertarungan Islam Libya (LIFG). Organisasi itu juga disebut mengirimkan pelaku serangan bunuh diri di Manchester, Inggris.

Gargash mengatakan bahwa sudah seharusnya negara-negara Barat menyadari bahwa Qatar belum sepenuhnya melaksanakan janji untuk membersihkan tuduhan dari negara-negara Teluk Arab. Sebelumnya, tepatnya pada 22 Juni lalu, Arab Saudi, UEA, Bahrain, dan Mesir mengeluarkan 13 tuntutan sebagai syarat mengakhiri blokade dan seluruh tindakan anti-Qatar.

Permintaan yang diajukan oleh empat negara Teluk Arab di antaranya meliputi bahwa Qatar harus menutup stasiun televisi media Aljazirah.  Kemudian, negara itu juga diminta menutup pangkalan militer Turki yang ada di wilayahnya, dan membuat jarak dengan Iran.

"Kami bisa melihat adanya kepalsuan Qatar. Kami tidak melihat bahwa pemimpin negara itu sebagai teroris, namun mereka memanfaatkan hal itu sebagai bagian ambisi bodoh dan tidak masuk akal," kata Gargash.

Qatar berulang kali membantah tudingan yang ditujukan terhadap mereka. Melalui Menteri Luar Negeri Syeikh Mohammed bin Abdulrahman Al Thani bahkan negarat itu dikatakan tidak akan menyerah pada tekanan melalui blokade yang dilakukan. Dalam sebuah pernyataan, Pemerintah Qatar mengatakan blokade terhadap negara itu hanya bertujuan mencekik kebijakan luar negeri yang mereka miliki. Hal itu termasuk mencegah bahwa ekonomi negara itu dapat berkembang secara lebih independen.

sumber : The Guardian
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement