Selasa 03 Oct 2017 16:51 WIB

Dewan Rohingya Eropa Minta Pejabat PBB Diselidiki

Rep: Marniati/ Red: Teguh Firmansyah
Sejumlah pengungsi Rohingya antri untuk mendapatkan paket makanan dari relawan Indonesia di Kamp Pengungsian Kutupalong, Cox Bazar, Bangladesh, Minggu (1/10).
Foto: Antara/Akbar Nugroho Gumay
Sejumlah pengungsi Rohingya antri untuk mendapatkan paket makanan dari relawan Indonesia di Kamp Pengungsian Kutupalong, Cox Bazar, Bangladesh, Minggu (1/10).

REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Dewan Rohingya Eropa mendesak penyelidikan independen atas tuduhan peran koordinator residen PBB di Myanmar dalam pembersihan etnis yang dilakukan terhadap komunitas Muslim Rohingya.

"PBB harus menyelidiki insiden tersebut secara independen," ujar ketua Dewan Rohingya Eropa, Hla Kyaw seperti dilansir Anadolu, Senin (2/10).

Diberitakan sebelumnya, Renata Lok-Dessallien dituduh mencoba untuk menghentikan aktivis hak asasi manusia yang bepergian ke daerah Rohingya dan berusaha menghentikan advokasi publik mengenai masalah ini.

Kyaw mengatakan, Dewan Rohingya Eropa setuju dengan pemberitaan yang menyebutkan kegagalan PBB dalam menghentikan genosida Rohingya di Myanmar.

Menurutnya, PBB turut terlibat atau mengabaikan secara sadar kejahatan Myanmar terhadap kemanusiaan di negara bagian Rakhine. Kyaw mengklaim PBB tidak melakukan tindakan yang efektif untuk menghentikan kematian Rohingya. "Karena penghancuran Rohingya yang hampir 40 tahun di Irak telah terjadi di bawah pengawasan PBB," katanya

Ia mengatakan, PBB hanya melakukan dokumentasi sistematis terkait genosida, dan mengutuk tindakan genosida tersebut. Menurutnya, insiden di Myanmar dapat menjadi kepentingan pribadi dari perwakilan PBB atau kepentingan kekuatan besar dengan mengorbankan lebih dari satu juta nyawa Rohingy.

"Ini bukan tentang takut pada pejabat Myanmar, tapi mereka tidak ingin mengecewakan pejabat Myanmar dengan bersikap vokal menentang tindakan Myanmar terhadap Rohingya," tambahnya

Unit penelitian pengungsi yang berbasis di Bangladesh juga mengecam insiden tersebut. "Perserikatan Bangsa-Bangsa seharusnya menjadi agen netral," kata Chowdhury Rafiqul Abrar, koordinator Unit Penelitian Gerakan Pengungsi dan Migrasi (RMMRU) dari Universitas Dhaka.

Abrar menjelaskan, isu yang menyebutkan bahwa Lok-Dessallien tidak mengizinkan rekan-rekannya untuk menyoroti masalah Rohingya atau melaporkan masalah yang terjadi di wilayah Rakhine adalah pelanggaran tugas.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement