Sabtu 21 Oct 2017 09:18 WIB

Program Nuklir Korut tak Dapat Dinegosiasikan

Rep: Puti Almas/ Red: Ratna Puspita
Nuklir Korea Utara.
Foto: Reuters/Damir Sagolj
Nuklir Korea Utara.

REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Seorang diplomat Korea Utara (Korut) Chose Son-hui mengatakan program nuklir di negaranya bukanlah sesuatu yang dapat dinegosiasikan. Ia menegaskan semua pihak, khususnya Amerika Serikat (AS) harus siap untuk hidup berdampingan dengan hal itu.

"Ini adalah satu-satunya cara untuk menjamin perdamaian abadi di Semenanjung Korea," ujar Choe Son-hui, dalam sebuah konferensi non-proliferasi di Ibu Kota Moskow, Rusia, dilansir dari BBC, Sabtu (21/10). 

Pernyataan itu menekankan program nuklir bagaikan masalah hidup dan mati bagi Korut. Pada awal tahun ini, pemerintah negara terisolasi itu disebut siap membuka pembicaraam dengan AS, sepanjang situasi dan kondisi yang tepat dan memungkinkan.

Korut telah berulang kali memicu kemarahan internasional atas serangkaian uji coba rudal dan perangkat nuklir yang dilakukan. Selama ini, negara itu mengatakan pengembangan program nuklir merupakan alat pertahanan utama. 

Namun, sejumlah negara di kawasan Semenanjung Korea, khususnya Korea Selatan (Korsel) dan Jepang, terus merasa khawatir karena menjadi ancaman utama serangan rudal dan senjata berbahaya lainnya.

Dewan Keamanan PBB telah memberikan sanksi terhadap Korut atas uji coba dan pengembangan program nuklir yang tercatat pertama kali dilakukan pada 2006. Tak ketinggalan, beberapa waktu lalu, dewan juga telah mengeluarkan sebuah resolusi terbaru untuk menekan negara itu dengan memberi sanksi ekonomi pada 5 Agustus. Langkah ini membuat pendapatan ekpor yang dimiliki Korut dapat berkurang hingga 3 miliar dolar AS.

Resolusi yang dirancang oleh AS sebagai salah satu anggota tetap Dewan Keamanan PBB itu jugamembuat tidak diizinkannya ekspor sejumlah barang tambang diantaranya batu bara, besi, dan bijih besi dari Korut. 

Kemudian, makanan laut juga tidak diperbolehkan untuk diekspor dari negara itu. Tak ketinggalan, jumlah pekerja dari mereka yang bekerja di luar negeri tidak lagi dapat ditambah.

Lalu, resolusi kesembilan sekaligus terbaru dari Dewan Keamanan PBB pada 11 september juga telah diadopsi. Sejumlah ketentuan di dalamnya semakin menekan ekonomi Korut dengan membuat impor minyak negara itu berkurang serta adanya larangan setidaknya 90 persen ekspor tekstil yang mereka lakukan.

Resolusi sanksi yang digagas AS itu sebelumnya disebut oleh Korut sebagai pemicu tindakan agresi dan perang. Meskipun sanksi diberikan dengan semakin berat, Korut menegaskan bahwa pihaknya akan terus mengembangkan program nuklir. Negara itu juga mengancam akan menenggelamkan Jepang serta membuat AS menjadi abu sebagai pembalasan sanksi yang diberikan tersebut.

Korut bahkan pernah mengaku berencana untuk meluncurkan rudal ke wilayah Guam, AS pada pertengahan Agustus lalu. Namun, Kim Jong-un mengatakan terlebih dahulu hendak mengawasi tindakan AS untuk mencegah bentrokan militer berbahaya.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement