Sabtu 19 Aug 2017 17:11 WIB

Lima Buku yang Bisa Jadi Petunjuk Supremasi Kulit Putih AS

Rep: Dyah Ratna Meta Novia/ Red: Teguh Firmansyah
Simbol Ku Klux Klan atau KKK
Foto: ist
Simbol Ku Klux Klan atau KKK

REPUBLIKA.CO.ID, VIRGINIA -- Butuh dua hari bagi Presiden Amerika Serikat Donald Trump untuk memberikan pernyataan terhadap gerakan supremasi kulit putih yang mengadakan unjuk rasa baru-baru ini di Charlottesville, Virginia, AS.

Bahkan unjuk rasa itu diwarnai dengan kematian tragis aktivis  hak asasi manusia Heather Heyer yang ditabrak mobil. Heyer ditabrak saat melakukan unjuk rasa menentang supremasi kulit putih.

Sejak 2014 jumlah kelompok penyebar kebencian Supremasi Kulit Putih  di seluruh AS telah meningkat 17 persen menjadi total 917. Ini menurut sebuah laporan dari Southern Poverty Law Center.

Masih banyak yang harus dipelajari tentang sejarah supremasi kulit putih di Amerika, dan tidak hanya oleh Trump.  Lima profesor sejarah, pakar sejarah, dan organisasi hak asasi manusia telah merekomendasikan lima judul buku yang bisa menjelaskan sejarah Supremasi Kulit Putih di AS. Di antaranya:

1. Slavery, Propaganda, and the American Revolution karya Patricia Bradley

Buku ini ditulis pada 1998 oleh seorang penulis Mississippi, buku ini menguraikan asal mula gerakan propaganda selama Revolusi Amerika. The Boston Gazette, yang diterbitkan dari tahun 1719 sampai 1798, merupakan surat kabar penting pada periode menjelang perpecahan Amerika dari Inggris Raya.

Namun, koran tersebut menyesatkan pembacanya dengan salah melaporkan dan mendistorsi berita tentang perbudakan dalam menghadapi gerakan anti-perbudakan yang kuat.   Bahkan koran ini tak mau menerbitkan esai antiperbudakan dan menolak untuk menerbitkan petisi yang dibuat oleh para budak.

"Revolusi Amerika menolak untuk melihat budak sebagai manusia meskipun perbudakan adalah retorika perang yang otoriter," kata Barbara Lewis, Direktur Institut Trotter untuk Studi Budaya Hitam di Universitas Massachusetts di Boston seperti dilansir Guardian, Jumat, (18/8).

2. White Rage: The Unspoken Truth of Our Racial Divide oleh Carol Anderson

Judul ini menggambarkan bagaimana supremasi kulit putih selama 150 tahun terakhir telah menghentikan kemajuan hak-hak sipil bagi orang Amerika ketika  mengakses kebutuhan dasar manusia seperti perawatan kesehatan, pendidikan dan perumahan.

Buku ini mampu menjelaskan bagaimana kerusuhan 2014 di Ferguson, Missouri terjadi setelah kematian seorang pria kulit hitam yang tidak bersenjata, Michael Brown di tangan seorang perwira polisi kulit putih.

Beberapa pakar media menggambarkan kerusuhan tersebut sebagai kemarahan orang kulit hitam. Namun penulis buku tersebut, seorang profesor studi Afrika Amerika di Emory University menyebutnya kemarahan kulit putih di tempat kerja. "Jika anda bertanya-tanya bagaimana kita sampai di sini? Setelah kejadian di Charlottesville, buku ini membantu menjawab pertanyaan itu," kata Amanda Chavez Barnes, Wakil Direktur Jaringan Hak Asasi Manusia AS.

"Banyak orang tetap menyangkal peran supremasi kulit putih di Amerika. Bahkan  mereka tidak mau atau tidak dapat mengenali kemarahan kulit putih sampai akhirnya terlihat wajah penuh kekerasan yang berteriak, dan pembunuhan yang kita saksikan di Charlottesville," kata Barnes.

3. White Flight: Atlanta and the Making of Modern Conservatism oleh Kevin M. Kruse

Pemenang tiga penghargaan buku dpada 2007 ini membawa kita kembali ke tahun 1960-an dan 1970-an, saat orang kulit putih Amerika melarikan diri ke pinggiran Kota Atlanta sebagai bentuk segregasi sebagai reaksi terhadap gerakan hak-hak sipil.

Ini adalah saat ketika kaum konservatif selatan menolak integrasi dengan membuka sekolah swasta mereka sendiri yang dikenal sebagai akademi segregasi. Buku ini melacak oposisi Supremasi Kulit Putih terhadap hak-hak sipil dan menghubungkan diskriminasi selatan dengan daerah pinggiran kota.

"Pelajaran untuk hari ini, menurut saya, terletak pada berapa banyak orang kulit putih yang menolak aktivis hak-hak sipil dan menyebutnya sebagai pembuat onar yang menciptakan kekacauan," kata Victoria Wolcott, Ketua Departemen Sejarah di Buffalo University.

4. Reconstruction: America's Unfinished Revolution, 1863-1877 oleh  Eric Foner

Secara luas buku ini diakui sebagai buku untuk memahami era rekonstruksi. Buku ini menguraikan bagaimana Amerika gagal mencapai persamaan rasial setelah Perang Saudara pada 1863.

Buku ini menjelaskan ketika budak yang dibebaskan memperoleh kewarganegaraan dan masyarakat di selatan berubah seiring dengan sikap rasial.

"Ini baru menjadi lebih topikal dalam beberapa hari terakhir dengan neo-Nazi yang bangkit kembali lewat pawai dan Amerika Serikat memusatkan perhatian pada sejarah supremasi putihnya yang kotor," kata Kyle Kondik, Editor Pelaksana Buletin politik di Pusat Politik untuk Universitas Virginia.

Foner mengakhiri bukunya dengan dua kalimat berikut, "Hampir satu abad berlalu sebelum bangsa ini kembali mencoba untuk menyesuaikan implikasi emansipasi dan agenda sosial politik rekonstruksi. Dalam banyak hal, hal itu belum dilakukan."

5. The Fire Next Time oleh James Baldwin

Buku ini ditulis selama gerakan hak sipil pada tahun 1963, karya ini adalah suara satu orang kulit hitam yang tinggal di Harlem. Karya ini terdiri dari dua esai panjang, yakni My Dungeon Shook — Letter to My Nephew on the One Hundredth Anniversary of Emancipation dan Down at the Cross — Letter from a Region of My Mind. Karya ini pertama kali diterbitkan di majalah Progresif dan New Yorker.

Secara unik, buku Baldwin menguraikan diskriminasi dan masalah yang dihadapi masyarakat kulit hitam di awal tahun 1960-an, termasuk kemunafikan gereja-gereja. "Ada sejumlah sejarah Supremasi Kulit Putih yang menonjol dalam beberapa manifestasinya, namun tidak ada yang saya baca melampaui bagian terakhir buku ini," kata Kevin Boyle, Profesor Sejarah Amerika di Northwestern University.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement