Jumat 07 Apr 2017 02:01 WIB

Suu Kyi Bantah Tudingan PBB Soal Pembersihan Etnis Rohingya

Rep: Ahmad Islamy Jamil/ Red: Agus Yulianto
Aung San Suu Kyi
Foto: AP
Aung San Suu Kyi

REPUBLIKA.CO.ID, NAYPYIDAW -- Pemimpin Myanmar Aung San Suu Kyi belum lama ini membantah adanya pembersihan etnis Muslim Rohingya dari negaranya. Namun demikian, bantahan yang disampaikan oleh penerima Nobel Perdamaian itu bertentangan dengan temuan penyelidikan PBB yang justru mengonfirmasi kekejaman aparat keamanan Myanmar terhadap warga Rohingya.

Sebelumnya, sejumlah kelompok pemerhati masalah hak asasi manusia (HAM) mengatakan, bahwa ratusan warga Rohingya tewas akibat tindakan kekerasan yang dilakukan militer Myanmar selama berbulan-bulan. Beberapa waktu lalu, Dewan HAM PBB juga sepakat untuk menyelidiki tuduhan pemerkosaan, pembunuhan, dan penyiksaan oleh pihak militer negara itu terhadap orang-orang Rohingya.

Menurut catatan beberapa lembaga HAM, hampir 75 ribu orang Rohingya melarikan diri ke Bangladesh untuk menghindari aksi kekejaman yang dilakukan tentara Myanmar. Para penyelidik dari PBB bahkan mengatakan bahwa ada kemungkinan besar pemerintah Myanmar tengah melakukan pembersihan etnis terhadap kelompok minoritas yang teraniaya itu. Tindakan semacam itu masuk dalam kategori kejahatan kemanusiaan dan merupakan pelanggaran HAM berat.

Namun, sayangnya, Suu Kyi sampai hari ini sama sekali tidak menunjukkan rasa empati dan pembelaannya terhadap orang-orang Rohingya. Dia juga sama sekali tidak mengutuk aksi kekerasan yang terjadi di negaranya. Sebaliknya, Suu Kyi seakan-akan malah mengamini label ‘imigran ilegal’ yang disematkan kelompok garis keras Myanmar kepada masyarakat Rohingya.

“Saya tidak berpikir ada pembersihan etnis (Rohingya) yang terjadi di sini (Mynmar). Saya rasa, penggunaan istilah ‘pembersihan etnis’ itu terlalu berlebihan,” kata Suu Kyi dalam sebuah wawancara yang disiarkan BBC, Rabu (5/4) lalu.

Pemerintah Myanmar menolak mengakui kewarganegaraan orang-orang Rohingya. Padahal, mereka adalah penduduk asli yang mendiami Rakhine (salah satu negara bagian di Myanmar—Red) sejak berabad-abad yang lampau. Puluhan ribu orang Rohingya telah mendekam di kamp-kamp pengungsian sejak 2012, ketika konflik yang disertai kekerasan berlatar belakang agama antara kelompok Budha dan umat Islam meletus di Rakhine.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement